Pelajaran geografi SD mencakup keterampilan dan penyelidikan geografis serta pengetahuan dan pemahaman tentang tempat, pola, proses, juga tentang perubahan lingkungan dan pembangunan berkelanjutan. Saat belajar geografi, anak diminta mengenali daerah tertentu dan segala aspek di dalamnya, termasuk kependudukan, sistem ekonomi, hingga pemerintahan.

Bayangkan seorang anak yang harus menunjukkan Terusan Suez dalam peta, atau nementukan posisi Vietnam di benua Asia. Bayangkan bagaimana seorang anak kelas 4 SD harus memindahkan bayangannya tentang sebuah tempat ke selembar kertas bergambar pulau dan laut. Atau bayangkan anak harus menghapal mana daerah penghasil batubara, atau emas, dan daerah mana yang menggantungkan devisa pada ibadah haji.

Peta dan Mata Angin

Ya, pelajaran geografi kerap membutuhkan kemampuan anak untuk mempelajari peta. Misalnya, anak perlu memahami lambang yang tertera pada peta. Misalnya, gambar apa yang menunjukkan sungai? Jalan kereta api? Batas provinsi? Lambang yang dikenal dengan legenda peta ini dapat diajarkan melalui definisi atau dengan menempatkan langsung pada peta daerah yang dikenal anak. Misalnya pada peta daerah tempat tinggal mereka. Di manakah mereka harus menempatkan legenda untuk kantor pos? Sekolah? Atau masjid?
Sebagai orangtua maupun guru, kita bisa membantu mereka mulai dari daerah yang paling mereka kenali. Misalnya sekitar rumah atau sekolah. Kita dapat membantu mereka menempatkan posisi tempat ibadah atau halte bus. Semakin besar anak, kita bisa memperluas daerah jelajahnya.

Salah satu faktor utama yang mendukung kemampuan membaca peta adalah mengenal arah mata angin. Mulailah dari empat arah mata angin terlebih dulu, sebelum melanjutkan ke delapan arah mata angin. Untuk mengembangkan pemahaman anak tentang arah mata angin, kita bisa membuat gambar besar yang diletakkan di lantai. Gambar tersebut menunjukkan arah mata angin dan disesuaikan dengan posisi sebenarnya.

Ajaklah anak melihat dari sebelah mana matahari terbit dan tenggelam. Selanjutnya kita bisa mengajaknya menentukan arah utara dan selatan. Agar anak lebih tertarik, kita dapat menceritakan sesuatu yang berada nun jauh di utara dan selatan, misalnya beruang kutub dan penguin. Ajaklah anak mencari tahu mengapa kedua hewan itu tinggal di daerah yang dingin. Dengan gambar-gambar yang menarik, anak tentu senang mempelajari tentang kutub utara.

Setelah anak memahami konsep mata angin, akan lebih mudah untuk mengenalkannya pada kompas. Ajari anak cara memakai kompas. Jangan kaget bila mereka akan pergi ke mana pun dengan membawa kompas dan sangat antusias menunjukkan arah.

Iklim dan Cuaca

Indonesia adalah negara dengan musim kering dan hujan. Karena itu anak tidak terlalu sulit mengenali musim apa yang sedang terjadi sekarang. Namun, yang tak kalah pentingnya adalah mengenalkan pada mereka apa dampak musim yang bersangkutan dengan kehidupan manusia. Misalnya, musim hujan sering menyebabkan banjir sehingga kita perlu menjaga kebersihan saluran air.

Sesuai perkembangan anak, selanjutnya kita dapat mengenalkan negara-negara yang memiliki empat musim. Namun karena tidak mengalaminya sendiri, diperlukan trik khusus agar anak mudah memahami keempat musim tersebut. Salah satunya dengan membuat simulasi. Ajak anak melihat video tentang negara yang sedang mengalami musim gugur dan bantulah mereka membuat daun-daun berwarna cokelat, misalnya.

Dalam kegiatan lain, kita bisa mengajak mereka melihat gambar gurun pasir, hutan hujan, atau sahara. Ajak mereka mencari tahu di daerah mana gurun tersebut berada. Jangan lupa, temukan tempatnya di peta. Setelah itu ceritakanlah kehidupan seperti apa yang ada di gurun beserta gambar hewan-hewannya. Anak akan lebih tertarik dan tidak bosan mempelajari geografi, karena mereka mengetahui langsung bagaimana informasi tersebut berguna bagi mereka. (asw)


Sumber : Choice Edisi 32
Sumber Gambar :
healthychild.org

Menurut Google, tingkat partisipasi pendidikan anak usia dini (PAUD) di Indonesia semakin marak dalam lima tahun belakangan ini. Fakta ini menggembirakan, sebab ini berarti kesadaran para orang tua untuk mengoptimalkan tumbuh kembang anak di lima tahun pertama kehidupannya semakin tinggi. Semakin banyak orang tua yang merasa perlu untuk lebih menyiapkan mental, fisik, maupun emosi anak untuk memasuki jenjang pendidikan dasar. Memasukkan anak ke kelompok bermain atau playgroup sudah dianggap kebutuhan bagi banyak orang tua. Mereka bukan lagi mempertanyakan perlu atau tidak memasukkan anak ke playgroup, tetapi mau masuk ke playgroup mana?

Sekarang ini, ada banyak sekolah untuk anak usia dini yang bisa dipilih oleh orang tua. Mau yang asli dalam negeri atau franchise dari luar negeri, semua ada. Mau sekolah yang 100 persen menggunakan pengantar bahasa Inggris, bilingual alias dua bahasa (Indonesia dan Inggris), atau yang benar-benar hanya bahasa Indonesia saja, juga ada. Sekolah A menerapkan metode pengajaran X, sekolah B berbasis metode Y, sekolah C berkonsep sekolah alam; masing-masing mempromosikan kelebihan dan keunggulannya. Lalu, bagaimana memilih sekolah yang benar-benar tepat bagi si kecil? Ternyata, banyak pilihan pun tidak selalu berarti lebih baik. Pendidikan yang baik memang tidak murah, tetapi bukan berarti sekolah yang mahal selalu dijamin berkualitas baik. Meski faktor  biaya tidak menjadi kendala, prinsip teliti sebelum membeli pun harus Anda terapkan di sini. Berikut ini beberapa poin yang bisa Anda jadikan pegangan sewaktu browsing sekolah untuk si kecil.

Pertimbangkan jaraknya. Sebaiknya, pilihlah kelompok bermain (KB) yang dekat dengan rumah agar anak tidak lelah di perjalanan. Banyak juga orang tua yang memilih sekolah yang sebenarnya cukup jauh dari rumah, tetapi searah dengan kantor mereka sehingga bisa mengantar si kecil dalam perjalanan berangkat bekerja.

Ruangan dan fasilitasnya. Pastikan ruangan untuk kegiatan belajar-mengajar bersih dan cukup luas sehingga memungkinkan anak leluasa bergerak. Pastikan juga KB punya fasilitas untuk mengembangkan motorik kasar dan halus

Sanitasi lingkungan dan keamanannya. Bukan hanya kebersihan ruang kelas yang harus diperhatikan, tetapi juga ruang-ruang pendukung lainnya serta lingkungan sekolah, seperti kamar  kecil dan halaman sekolah. Pastikan pula perabot, mainan, dan alat-alat pendukung lain yang ada dalam tempat penitipan tersebut aman bagi anak. Satu hal lagi yang penting, sebaiknya tidak ada penjual jajanan (ataupun mainan) yang mangkal di lingkungan sekolah supaya anak Anda tidak tergoda untuk jajan.

Kegiatan atau kurikulumnya. Tanyakan variasi jenis kegiatan yang diterapkan oleh sekolah tersebut supaya aspek-aspek perkembangan anak dapat terpenuhi.
Rasio antara pengajar dan anak. Sebaiknya, rasio antara pengajar dan anak usia KB tidak lebih dari 1:8 supaya pengajar dapat memantau perkembangan dan kemajuan setiap anak dengan baik.

Kebijakan atau aturan. Tanyakan kebijakan KB tersebut, misalnya dalam hal penanganan anak yang baru pertama kali berpisah dari orang tua, pelibatan orang tua murid, dan lain-lain yang orang tua anggap penting.

Bicaralah dengan orang tua lain. Carilah informasi sebanyak-banyaknya dari teman atau orang tua lain yang anaknya bersekolah di KB tersebut. Selain faktorfaktor di atas, yang paling penting adalah masalah pembiayaan. Hal ini mau tidak mau harus direncanakan jauh-jauh hari. Rencanakan secara cermat dan bijaksana. Jangan sampai Anda jorjoran untuk tingkat PAUD, tetapi kemampuan finansial justru menurun ketika anak memasuki jenjang pendidikan dasarnya. Selamat berburu!


Sumber : Choice Edisi 25

MESKIPUN masih menuai pro-kontra, pemerintah nampaknya tidak akan bergeming dari pendiriannya yakni akan tetap memberlakukan kurikulum baru mulai tahun ajaran 2013/2014. Hal ini bisa dicermati dari pernyataan yang dilontarkan orang nomor satu di kementerian pendidikan dan kebudayaan, Mohammad Nuh, sebagaimana dilansir di berbagai media, baik cetak maupun online.

Daripada melakukan kegiatan kontra produktif seperti unjuk rasa yang berujung anarkis misalnya, alangkah eloknya apabila masyarakat, komunitas pendidikan, para pemangku kepentingan (stakeholder) di bidang pendidikan, dan (terutama) insan pendidik segera menyiapkan diri menghadapi pemberlakuan kurikulum baru tersebut, karena kurikulum 2013 akan diterapkan di kelas I, IV, VII, dan X secara nasional pada minggu ke-4 Juni tahun ini.

Artinya, mau tidak mau, suka atau tidak suka, dikehendaki atau tidak, tentang dan sekitar kurikulum 2013 harus segera digulirkan di tingkat satuan pendidikan atau sekolah-sekolah. Sebab kalau tidak, para praktisi pendidikan di tingkat persekolahan akan tergagap-gagap bahkan galau manakala berjibaku mengimplementasikannya dalam proses pembelajaran. Apabila para guru ini tidak segera di-upgrade, di-update, dan disinergiskan kompetensi profesional dan pedagogisnya dengan kurikulum baru, maka yang pertama dan utama akan dirugikan adalah para peserta didik!

Perlu diketahui, kurikulum 2013 ini mengandung empat elemen perubahan yang tersebar di empat dari delapan standar pendidikan nasional, yaitu standar kompetesi lulusan (SKL), standar isi, standar proses, dan standar penilaian,.

Pada SKL terdapat adanya peningkatan dan keseimbangan soft skills dan hard skills yang meliputi aspek kompetensi sikap, keterampilan, dan pengetahuan.

Pada standar isi, berkaitan dengan kedudukan mata pelajaran (MP), kompetensi yang semula diturunkan dari MP berubah menjadi MP dikembangkan dari kompetensi. Untuk SD, kompetensi dikembangkan melalui pendekatan tematik integratif dalam semua MP, SMP dan SMA melalui MP, serta SMK melalui vokasional.

Kemudian, berkaitan dengan struktur kurikulum, di SD MP-nya holistik berbasis sains (alam, sosial, dan budaya), jumlah MP dari 10 menjadi 6, dan jumlah jam bertambah 4 jam pelajaran (JP)/minggu. Di SMP TIK menjadi media semua MP, pengembangan diri terintegrasi pada setiap MP dan ekstrakurikuler, jumlah MP dari 12 menjadi 10, dan jumlah jam bertambah 6 JP/minggu. Di SMA terdapat perubahan sistem, yakni ada MP wajib dan MP pilihan serta terjadi pengurangan MP yang harus diikuti siswa, dan jumlah jam bertambah 1 JP/minggu. Di SMK terdapat penambahan jenis keahlian berdasarkan spektrum kebutuhan (6 program keahlian, 40 bidang keahlian, dan 121 kompetensi keahlian), pengurangan MP adaptif dan normatif disertai dengan penambahan MP produktif yang disesuaikan dengan trend perkembangan di industri.

Selanjutnya dalam proses pembelajaran, standar proses yang semula terfokus pada eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi, sekarang dilengkapi dengan mengamati, menanya, mengolah, menyajikan, menyimpulkan, dan mencipta. Belajar pun tidak hanya terjadi di ruang kelas, tetapi juga di lingkungan sekolah dan masyarakat. Guru bukan satu-satunya sumber belajar. Begitu juga sikap tidak diajarkan secara verbal melainkan melalui contoh dan teladan.

Berkenaan dengan penilaian hasil belajar mengacu pada penilaian berbasis kompetensi. Ada pergeseran dari penilaian melalui tes (mengukur kompetensi pengetahuan berdasarkan hasil saja) menuju penilaian otentik (mengukur semua kompetensi sikap, keterampilan, dan pengetahuan berdasarkan proses dan hasil); memperkuat PAP (Penilaian Acuan Patokan) yaitu pencapaian hasil belajar didasarkan pada posisi skor yang diperolehnya terhadap skor ideal/maksimal. Penilaian tidak hanya pada level KD (kompetensi dasar), tetapi juga kompetensi inti dan SKL. Di sini juga didorong pemanfaatan portofolio yang dibuat siswa sebagai instrumen utama penilaian.

Dalam kegiatan ekstrakurikuler, Pramuka diwajibkan untuk semua jenjang pendidikan (SD, SMP, SMA, SMK). Untuk SD ditambah dengan UKS, PMR, dan Bahasa Inggris,  sedangkan untuk jenjang lainnya ditambah OSIS, UKS, PMR, dan lain-lain.

Itulah sekelumit perubahan elementer yang terdapat dalam kurikulum 2013.

Akhirnya, mengingat kunci keberhasilan implementasi kurikulum terletak pada ketersediaan pegangan guru dan siswa, buku pedoman penilaian, dan kesiapan guru, maka “Jadwal Pengembangan dan Implementasi Kurikulum 2013” yang telah disusun Kemendikbud RI hendaknya ditetapi secara konsekuen dan konsisten oleh para pemangku kepentingan pendidikan, sehingga tidak menjadi momok di tingkat satuan pendidikan, khususnya bagi para guru dan siswa.

Oleh : Arief Achmad
Penulis, Tim Pengembang Kurikulum Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat.

DUA BELAS tahun lebih sejak reformasi bergulir, tak ada perubahan yang signifikan atas kondisi bangsa ini. Kemiskinan masih menimpa sebagian masyarakat Indonesia. Angka pengangguran menunjukkan jumlah yang meningkat tiap tahunnya. Di sana sini masih sering kita dengar berita tentang kelaparan dan balita kurang gizi.

Sementara itu, kebobrokan moral juga menimpa banyak pejabat Negara kita, dari tingkat pusat hingga daerah. Dari lembaga eksekutif, legislatif, hingga yudikatif. Berita tentang ketidakjujuran, KKN, dan suap-menyuap di kalangan pejabat Negara tak henti-hentinya menghiasi media massa. Tiap hari kejahatan kerah putih tak kian berkurang, tetapi malah makin bertambah dengan modus-modus baru. Seakan ada saja cara dan jalan untuk mengorupsi uang Negara, menggelapkan uang rakyat.

Gagalkah reformasi Mei 1998? Di manakah para aktivis 1998 yang dulu menggembar-gemborkan perubahan, pemberantasan koupsi, dan perbaikan sistem hukum? Larikah mereka sekarang, setelah berhasil menumbangkan rezim otoriter Orde Baru? Ataukah kini mereka bungkam dan tak berkutik setelah merasakan empuknya kursi kekuasaan, dan setelah merasakan manisnya uang berlimpah?

Pepatah Arab mengatakan, Syubban al-yawm rijal al-ghad (pemuda pada hari ini adalah penguasa/ tokoh di masa depan). Dengan demikian, pemahaman terbaliknya mengatakan, penguasa hari ini adalah para pemuda di masa lampau. Secara lebih spesifik, orang-orang yang duduk di kursi kekuasaan pada saat ini adalah para mahasiswa pada masa lampau. Dalam konteks ini penulis mengamini apa yang ditulis Hammidun Nafi’ S. di rubrik ini (14/8) bahwa para koruptor sekarang adalah mahasiswa generasi-generasi sebelumnya.

Ada apa dengan sistem pendidikan tinggi kita, hingga produk yang dihasilkan adalah generasi yang akrab dengan ketidakjujuran, dan terbiasa dengan manipulasi? Apa yang terjadi dengan pendidikan di kampus, hingga produk yang dihasilkan adalah manusia-manusia yang tak peka terhadap penderitaan rakyat?

Melihat karut-marut kondisi politik, ekonomi, dan sosial bangsa Indonesia saat ini, kita patut mempertanyakan efektivitas pendidikan yang diselenggarakan di perguruan tinggi. Kampus yang diharapakann menjadi kawah candradimuka untuk menempa calon-calon pemimpin sejati di masa depan, kini malah menjadi pabrik penghasil calon-calon koruptor.

Kampus yang sejatinya menjadi tempat pendidikan bagi calon pejuang nasib rakyat kini malah menjadi agen kapitalisme yang hanya menghamba pada pasar. Kampus pun kini hanya mengajarkan mahasiswanya bagaimana mendapatkan nilai akademik setinggi-tingginya, agar jika lulus nanti mudah terserap pasar tenaga kerja. Masalah kejujuran dipikir belakangan.

Bergeser sedikit kepada kegiatan ekstra kampus, kita akan mendapati kumpulan mahasiswa yang sangat bersemangat belajar organisasi. Dengan bergabung ke dalam organisasi kemahasiswaan mereka berharap bisa belajar berpolitik. Dan memang mereka belajar bagaimana memenej organisasi dengan baik, serta bagaimana melakukan lobi-lobi politik yang efektif. Namun kemampuan teknis berorganisasi yang mereka kuasai itu akhirnya digunakan untuk memanipulasi dan menyalahgunakan kekuasaan yang mereka pegang. Lepas dari kampus, mereka terseret oleh jaringan patronase politik-kekuasaan yang hanya menguntungkan individu dan kelompok mereka sendiri. Rakyatlah yang lagi-lagi menjadi korban.

Pendidikan Karakter
Sudah saatnya kampus menggalakkan pendidikan karakter secara kongkrit bagi mahasiswanya. Pencapaian intelektualitas dan nilai-nilai akademik harus dibarengi dengan penanaman moral dan akhlak yang bagus. Kemampuan manajerial dan sosial mahasiswa harus disertai dengan sifat-sifat jujur, ikhlas, orientasi pengabdian, dan rendah hati. Ini ditujukan agar mahasiswa tak hanya pintar secara intelektual dan sosial, namun juga memiliki integritas moral yang bagus, serta mempunyai empati dan solidaritas yang tinggi terhadap lingkungan sekelilingnya.

Pendidikan karakter yang idealnya ditanamkan sejak dini di lembaga pendidikan dasar dan menengah, seharusnya lebih ditingkatkan pada jenjang pendidikan tinggi. Sebab peserta didik di lingkungan kampus mempunyai kepentingan langsung dan praktis terhadap karakter-karakter positif, serta lebih dekat untk terjun dalam kehidupan riil di masyarakat. Dengan demikian karakter-karakter positif bagi mahasiswa merupakan keniscayaan dan kebutuhan yang mendesak.

Secara teknis, penanaman karakter positif akan lebih efektif dan mengena apabila dilakukan melalui keteladanan. Dalam hal ini pihak-pihak yang tekait dengan penyelenggaraan pedidikan di kampus harus turut ambil bagian dalam memberikan keteladanan yang baik kepada mahasiswa. Dosen, pegawai, dan mahasiswa senior harus memberikan contoh perilaku jujur, disiplin, kreatif, kritis, d.l.l. kepada mahasiswa yunior. Dengan lingkungan yang kondusif, penyemaian karakter positif akan lebih mudah diterima dan diteladani mahasiswa baru.

Selain melalui keteladanan para sivitas akademika, pendidikan karakter bagi mahasiswa juga bisa dilakukan melalui pembangunan kultur akademik yang baik di lingkungan kampus. Dengan membiasakan diri menghindari plagiasi dalam pembuatan karya ilmiah, serta mengerjakan tugas-tugas kuliah secara jujur, berarti mahasiswa telah menanamkan karakter positif dalam dirinya.

Satu hal lagi yang merupakan media pendidikan karakter bagi mahasiswa adalah melalui integrasi pendidikan karakter tersebut ke dalam mata kuliah-mata kuliah yang diajarkan. Penanaman karakter positif seyogianya menjadi satu kesatuan yang tak terpisahkan dari bidang keilmuan yang dipelajari. Sebab sikap moral yang baik akan menjadi fondasi yang bagus atas segala bidang keahlian. Dengan demikian, apapun profesi yang ditekuni mahasiswa nantinya, jika dia memiliki integritas moral yang tangguh, dia akan memberikan dampak positif bagi diri dan masyarakatnya kelak.

Karakter positif merupakan hasil pendidikan dan pembiasaan yang dimulai sedari kecil, bukan hal yang instan. Karena itu, keluarga, masyarakat, dan sekolah berperan sangat signifikan dalam pembentukan karakter seseorang. Pembentukan dan pematangan karakter ini akan mencapai klimaksnya di lingkungan perguruan tinggi. Karena itu, lingkungan kampus harus dibuat sebaik mungkin sebagai media pengembangan karakter positif bagi calon-calon pemimpin di masa depan. [*]


Membaca buku adalah aktivitas yang sangat positif dan bermanfaat. Dengan membaca, wawasan kita dapat berkembang dan menambah pengetahuan tentang berbagai hal. Orang tua haruslah berperan aktif dalam mengajarkan kemampuan membaca pada anak. Dengan kebiasaan membaca yang baik, Anda memberikan hal yang bermanfaat pada anak daripada sekadar bermain playstation atau menonton televisi.

Setelah membaca, Anda dapat pula menularkan kecintaan terhadap buku pada anak. Anda bisa memulainya sejak dini, sejak anak baru lahir atau pada periode emas, yaitu dari 0 sampai usia 3 tahun. Pada tahap ini, otak anak berkembang maksimal, baik dari sisi intelektual maupun emosional. Anda dapat memulai dengan membacakan cerita untuk anak agar ia terbiasa melihat Anda memegang buku. Berikut beberapa tips untuk mengajak anak membaca dan mencintai buku.


• Mulailah dari diri sendiri
Jika ingin menularkan manfaat membaca dan menanamkan minat baca pada anak, tentu Anda harus memulainya dahulu dari diri sendiri. Anda haruslah gemar membaca dan menunjukkan kebiasaan membaca Anda pada anak-anak. Dengan begitu, anak-anak terbiasa melihat dan akan tertarik pada buku. Kumpulkan koleksi bukubuku Anda dan tata rapi di dalam rak buku atau lemari. Tunjukkanlah bahwa buku juga merupakan harta yang berharga.

• Bacakanlah cerita untuk anak
Anda bisa melakukannya di kala senggang, pilihlah tempat yang tenang di rumah, misalnya di kamar atau ruang baca keluarga. Anda juga bisa menerapkan kebiasaan ini saat menemani anak sebelum tidur. Ajaklah anak memilih buku yang ingin dibaca. Oleh sebab itu, Anda harus menyediakan buku-buku anak yang menarik, yang Bergambar dan berwarna-warni. Dengan begitu, anak akan mudah mengingat ceritanya dan Anda bisa menawarkannya untuk menceritakan kembali kisah yang telah dibaca bersama. Luangkan waktu setiap hari agar anak terbiasa dengan rutinitas ini.

• Mulailah memperkenalkan huruf dan kata

Perlu diketahui, kemampuan membaca tidaklah semata diperoleh saat anak mulai memasuki sekolah. Anda haruslah mulai mengajarkan anak kemampuan membaca yang paling dasar. Mulailah dengan menyediakan balok-balok huruf atau mainan lainnya yang mendukung pembelajaran huruf dan kata. Pilihlah yang menarik untuk anak. Kemudian, ajaklah anak mengenali satu demi satu alfabet yang ada. Tunjuklah kata yang Anda baca dan contohkanlah dengan suara yang jelas. Untuk mempelajari kata-kata, gunakanlah gambar yang atraktif. Contohnya, untuk mengenalkan kata ‘bebek’, gunakan gambar bebek berwarna kuning terang, dan lain-lain.

• Doronglah anak untuk mencoba membaca
Saat Anda menjalankan rutinitas membacakan buku untuk buah hati Anda, cobalah ajak anak agar ia ikut membaca. Katakan bahwa kalian dapat membaca dengan bergantian. Biarkan anak membaca bagian yang ia inginkan. Jangan memarahi anak bila salah, biarkan ia membaca semampunya dan pujilah kemauan dan usahanya untuk membaca. Atau, Anda juga bisa membaca bersama-sama dengan anak. Contohkanlah pelafalnya dan ajak anak untuk mengikuti Anda.

• Ajak anak ke toko buku
Jika Anda berniat pergi ke toko buku, ajaklah anak Anda ikut serta. Ini bisa diterapkan bila anak Anda sudah mengerti tentang buku dan memiliki buku-buku favoritnya. Biarkan ia memilih buku yang disukainya karena selera anak-anak tentu berbeda-beda. Peran Anda adalah membantunya apabila ia kebingungan memilih buku. Pilihlah buku yang bertema menarik dan lihat apakah sesuai untuk usianya.

• Ajak anak merawat buku
Sepulang dari toko buku, ajari anak untuk menata rak buku-bukunya dan merawat bukubuku kesayangannya. Banyak cara bisa Anda lakukan, misalnya mengajarinya menyampul buku dengan plastik agar tidak mudah rusak atau robek. Jadikan ini sebuah momen bersama yang menyenangkan sekaligus mendidik. Anda dapat sekaligus mengajarkan anak tentang kebersihan, kerapian, dan lain-lain. Dengan terbiasa mewawat bukunya, anak diharapkan akan mengerti nilai sebuah buku dan dapat menghargai serta mencintai buku. (dari berbagai sumber/ DW)

"biarkan ia membaca semampunya dan pujilah kemauan dan usaha nya untuk membaca "