Usaha kesehatan sekolah disingkat UKS adalah suatu usaha yang dilakukan sekolah untuk menolong murid dan juga warga sekolah yang sakit di kawasan lingkungan sekolah. UKS biasanya dilakukan di ruang kesehatan suatu sekolah.

Pemerintah telah menyarankan untuk menjadikan UKS sebagai ekstrakurikuler wajib di sekolah.  Maka dari itu patut diketahui bahwa keberadaan UKS sangatlah bermanfaat. Unit ini bisa menjadi sarana yang meningkatkan kualitas kesehatan manusia, khususnya dalam lingkup dunia pendidikan. Pendidikan kesehatan di jalur formal bisa di mulai sejak tingkat Sekolah Dasar (SD) hingga Sekolah Menengah Atas (SMA). Siswa diberi pelajaran tentang cara menjaga kebersihan diri dan lingkungan, mencegah penyebaran penyakit, tindakan pertolongan pertama pada kecelakaan, dan hal lain yang berkaitan dengan pengetahuan medis dasar. Kompetensi-kompetensi tersebut tentunya dapat dikuasai siswa dengan perantaraan UKS.

Yang menarik dari ekstrakurikuler UKS adalah, adanya "staf" UKS yang disebut  Dokter cilik (untuk siswa SD). Dokter cilik dipilih dan diseleksi, kemudian diajari cara pertolongan pertama oleh dokter yang sengaja dipanggil pihak sekolah untuk membimbing para "dokter" ini.  Dengan adanya UKS diharapkan siswa dapat meningkatkan kesadaran akan kesehatan di lingkungan sekolah.

Buku :  Mengenal UKS

Kegiatan ekstrakurikuler Praja Muda Karana, atau biasa akrab disebut Pramuka, akan menjadi kegiatan ekstrakurikuler (ekskul) wajib bagi peserta didik di Sekolah Dasar. Setidaknya ada dua hal yang menjadi alasan dalam menjadikan Pramuka sebagai ekstrakurikuler wajib. Menurut Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mohammad Nuh, dasar legalitas Ekstrakurikuler Pramuka jelas. Terdapat dalam undang-undang, yaitu UU Nomor 12 tahun 2010 tentang Gerakan Pramuka.  Alasan kedua, Pramuka mengajarkan banyak nilai, mulai dari kepemimpinan, kebersamaan, sosial, kecintaan alam, hingga kemandirian.

Sedikit informasi mengenai pramuka., kata "Pramuka" merupakan singkatan dari Praja Muda Karana, yang memiliki arti Rakyat Muda yang Suka Berkarya."Pramuka" merupakan sebutan bagi anggota Gerakan Pramuka, yang meliputi; Pramuka Siaga (7-10 tahun), Pramuka Penggalang (11-15 tahun), Pramuka Penegak (16-20 tahun) dan Pramuka Pandega (21-25 tahun). (Wikipedia)

Selain ekstrakurikuler seperti Pramuka, pemerintah pun menyarankan ada juga ekstrakurikuler atau klub pengembangan teknologi dan bahasa, seperti klub robotik, bahasa Mandarin, PMR, dan UKS. (ID)

Buku : Mengenal Gerakan Pramuka

Dalam pengembangan kurikulum 2013, guru diarahkan untuk mengajak siswanya melakukan observasi, bertanya dan menalar terhadap ilmu yang diajarkan. Di sekolah dasar, siswa diberi materi pelajaran berdasarkan tema-tema yang terintegrasi. Tujuannya, agar siswa memiliki pengetahuan utuh tentang lingkungan dan kehidupan, serta memiliki fondasi pribadi yang kuat dalam kehidupan sosialnya. Dengan kemampuan observasi dan menalar yang memadai, siswa akan mengembangkan kreativitasnya lebih baik.

Berdasarkan penelitian genetika yang dilakukan oleh Dyers, J.H. et al (2011), kata Mendikbud, 2/3 dari kemampuan kreativitas seseorang diperoleh dari proses pendidikan. Sedang 1/3 lainnya merupakan warisan genetika. Dan kemampuan intelijensia seseorang merupakan kebalikan dari kreativitas. 1/3 nya berasal dari pendidikan, dan 2/3 nya merupakan keturunan. "Pembelajaran dengan mengandalkan kemampuan intelijensia, hasilnya tidak akan signifikan, hanya meningkat 50 persen. Sedang kreativitas 200 persen," kata Mendikbud di hadapan 300 orang dari satuan pendidikan se Kabupaten Gresik, Jawa Timur, di Pusat Penelitian Semen Gresik, Sabtu (19/01).

Untuk menjadi kreatif, siswa diberi kesempatan untuk mengamati fenomena alam, fenomena sosial, dan fenomena seni budaya, kemudian bertanya dan menalar dari hasil pengamatan tersebut. Artinya, siswa benar-benar belajar dari lingkungan. Dari kreativitas tersebut, timbul inovasi yang menjadikan siswa memiliki beragam alternatif jawaban dalam setiap masalah yang dihadapinya. "Orang kaya adalah orang yang memiliki banyak alternatif," ujar Menteri Nuh.

Pola pikir kreatif dan inovatif seperti itu diharapkan akan lahir dari implementasi kurikulum 2013. Kurikulum 2013 merupakan pengembangan dan perbaikan terhadap kurikulum yang ada saat ini. "Setelah dilakukan pengkajian, di kurikulum 2013 ini dilakukan penambahan jika ada yang kurang atau berlubang, dan yang kurang esensial kita kurangi dari kurikulum yang telah ada. Demikian pula kedalaman materinya," lanjut Mendikbud.

Selain pola pikir kreatif dan inovatif, dalam kurikulum 2013 juga mengedepankan perbaikan sikap dan pribadi siswa. Salah satu sikap yang paling penting adalah kejujuran. Mendikbud mengatakan, selama ini yang menjadi akar penyakit sosial adalah ketidakjujuran. "Yang menjadi kunci kesuksesan adalah kejujuran," katanya. Kurikulum 2013 direncanakan akan mulai dilaksanakan pada tahun ajaran 2013/2014. Pelaksanaannya dilakukan secara bertahap, yaitu pada kelas 1 dan kelas 4 SD, di kelas 1 SMP, dan kelas 1 SMA/SMK, di beberapa sekolah yang akan ditunjuk.

Sumber :  kemdiknas.go.id (01/19/2013)

Pelaksanaan ujian nasional (UN) di jenjang SMA/SMK dengan diberlakukannya Kurikulum 2013 bakal dimajukan di kelas XI. Perubahan ini untuk membuat siswa di kelas XII bisa lebih berkonsentrasi untuk menyiapkan diri atau kuliah.

"Pada tahun ajaran baru nanti, siswa kelas X dulu yang menghadapi perubahan Kurikulum 2013 di semua sekolah. Nanti juga ada penyesuaian UN-nya," kata Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Bidang Pendidikan, Musliar Kasim, dalam rapat dengar pendapat pemerintah dengan Panitia Kerja (Panja) Kurikulum Komisi X DPR di Jakarta, Selasa (15/1/2013).

Menurut Musliar, perubahan UN di kelas XI SMA membuat siswa di kelas XII dapat lebih berkonsentrasi untuk menyiapkan kuliah di perguruan tinggi. Adapun di jenjang SMK adalah agar siswa kelas XII bisa konsentrasi menyiapkan diri terjun di dunia kerja.

Musliar mengatakan, untuk jenjang SMA kelas XI yang menjalani perubahan kurikulum, buku teks yang disiapkan pemerintah adalah Bahasa Indonesia, Matematika, dan Sejarah Indonesia.

Sumber : Kompas.com (Penulis : Ester Lince Napitupulu | Selasa, 15 Januari 2013)

Sumber gambar : tegalbahari.com

Untuk meningkatkan budaya membaca buku di kalangan siswanya, Pak Suhardi, M.Pd. Guru Bahasa Indonesia yang juga Kepala SMA Negeri 1 Sumber, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah punya kiat khusus. Yaitu melalui pendekatan PAIMO. Apa itu?

Kebiasaan membaca di kalangan siswa SMA Negeri 1 Sumber, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah masih sangat rendah. Hal itu tampak dari sedikitnya jumlah buku atau bacaan yang mereka baca dan rendahnya frekuensi membaca buku. Kondisi ini sangat memrihatinkan mengingat kebiasaan membaca sangat mendukung keberhasilan belajar siswa. Bahkan dalam skala luas, kebiasaan membaca menjadi ukuran tingkat kemajuan suatu bangsa.

Kebiasaan membaca pada dasarnya adalah suatu perilaku yang dapat dibentuk melalui proses pembiasaan. Ada berbagai cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kebiasaan membaca, salah satunya adalah penerapan Pendekatan PAIMO atau Pembelajaran Aktif Inovatif Militan dan Otonom.


Gambar atas adalah bukti laporan/rangkuman hasil siswa membaca. Foto di sampingnya adalah ilustrasi kegiatan presentasi hasil siswa.
Membaca dengan mengandalkan kegiatan aktif di pihak siswa dalam membaca buku apa saja, asal baik dan pantas dibaca siswa. Kegiatan itu direncanakan dengan baik dan selalu diupayakan inovasi-inovasi pembelajaran agar terjadi peningkatan. Guru berupaya menumbuhkan sikap pantang menyerah (militan) sehingga aktivitas membaca terus berjalan sepanjang hari, sepanjang minggu, sepanjang bulan, sepanjang semester, dan sepanjang tahun.

Dengan cara itu akan terbentuk kebiasaan yang otonom pada diri siswa, sehingga terbentuklah budaya membaca yang baik (ideal).

Penerapan pendekatan ini sangat sederhana dan dapat dilaksanakan oleh semua guru pada semua jenjang pendidikan. Mula-mula, guru mewajibkan setiap siswa membaca buku di rumah (buku apa saja yang bermanfaat). Sambil membaca, siswa diminta menuliskan rangkuman hasil membaca secara ringkas (1-2 halaman) dalam sebuah buku kumpulan rangkuman hasil membaca.

Untuk keperluan pengendalian, guru membagi kelas menjadi empat/lima kelompok. Setiap kelompok wajib mempresentasikan secara lisan laporan hasil membaca di depan kelas, satu putra dan satu putri. Guru memberi kesempatan kepada setiap siswa yang telah menyelesaikan membaca satu judul buku/bacaan untuk mengajukan laporan (ringkasan) hasil membaca untuk diberi poin (ditandatangani dan diberi tanggal).

Setiap pertemuan KBM, guru memberi kesempatan kepada dua siswa (putra-putri) untuk mempresentasikan secara lisan laporan/ringkasan yang mereka buat. Siswa yang tampil presentasi memperoleh dua poin, yaitu poin penghargaan untuk ringkasan tertulis dan poin untuk presentasi lisan. Alokasi waktu untuk presentasi antara 10-20 menit.

Setelah presentasi dan pemeriksaan rangkuman yang dilaporkan siswa, kegiatan KBM rutin dilaksanakan seperti biasa.

Untuk keberhasilan kegiatan ini diperlukan dukungan koleksi perpustakaan yang cukup. Dapat pula memanfaatkan perpustakaan umum atau penyewaan buku bacaan. Sumber bacaan bisa dari mana saja, dari yang gratis maupun berbayar.

Setelah secara aktif, inovatif, militan, akhirnya secara otonom sebagian besar siswa mampu menyelesaikan kegiatan membaca sejumlah buku yang bervariasi. Untuk mengukur keberhasilan ini, penulis menerapkan beberapa indikator. Pertama, kebiasaan membaca “Sangat Ideal” tercapai jika siswa mampu menyelesaikan membaca minimal enam judul buku dalam satu semester. Kedua, kebiasaan membaca “Ideal” jika siswa mampu menyelesaikan membaca 3 – 5 judul buku dalam satu semester. Ketiga, kebiasaan membaca “Kurang Ideal” jika siswa hanya mampu menyelesaikan membaca antara 0 - 2 judul buku dalam satu semester.

Kriteria tersebut penulis jadikan ukuran keberhasilan praktik ini dan terbuktilah bahwa penerapan Pendekatan PAIMO mampu menumbuhkan budaya membaca di kalangan siswa SMA Negeri 1 Sumber, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah.

Dampak positif dari praktik ini adalah terjadinya peningkatan jumlah buku yang dibaca siswa dalam sebulan, satu semester, dan setahun. Siswa terbiasa membaca buku. Kebiasaan membaca terbentuk dan meningkat. Tercipta masyarakat pembelajar (learning community). Keberhasilan belajar materi pelajaran lain juga terbantu. Kualitas pendidikan siswa meningkat.

Sumber :www.wapikweb.org