Oleh Terence A. Shimp.
Para politisi, aktor dan aktris, penyuluh masyarakat, professor, dan bahkan kita semua pernah pada suatu saat menggunakan humor untuk menciptakan reaksi yang diiginkan.
Para pengiklan juga beralih menggunakan humor dengan harapan akan bisa mencapai berbagai tujuan komunikasi, I\untuk memperoleh perhatian, membimbing pemahaman konsumen tentang pernyataan-pernyataan yang diiklankan, dan akhirnya menciptakan tindakan pembelian oleh pelanggan. Pemakaian humor di dalam periklanan semakin meluas, yang mencapai kira-kira 25 persen dari sema periklanan televisi di Amerika Serikat dan lebih dari 33 persen di Inggris.
Suatu penelitian yang didasarkan pada suatu sampling iklan-iklan televisi dari 4 negara ( Jerman, Korea, Thailand, dan Amerika Serikat ) menunjukkan bahwa iklan berhumor di semua negara ini umumnya meliputi pemakaian pemecahan masalah yang tidak lazim ( incongruity resolution). Misalnya, di dalam iklan bir Bud Light. Salah seorang pemain iklan muncul dengan senter di tangan, sementara pemain lainnnya mengatakan Saya bilang Bud Light (pembawa cahaya). Suatu penelitian tentang perklanan majalah di Amerika Serikat menunjukkan bahwa sebagian besar iklan yang menggunakan humor didasrkan pada ketidakcocokan (incongruenity). Bentuk periklanan ini dikarakterisir sebagai humor Hah? Aha! Ha-ha! Yaitu, suatu reaksi penympangan awal (Hah)?. Menunjukkan usaha untuk memecahkan arti iklan (Aha!) dan kemudian, bila humornya dideteksi, Aha-ha! Jawaban diberikan.
Apakah humor efektif, dan jenis humor apa yang paling berhasil, merupakan soal perdebatan di kalangan para praktisi dan mahasiswa periklanan. Suatu survei menunjukkan bahwa para eksekutif di biro-biro periklanan menganggap pemakaian humor sangat efektif untuk membuat orang-orang memperhatikan iklan dan menciptakan kesadaran merek.Hasil penelitian yang mendalam dari pengaruh humor menghasilkan beberapa kesimpulan sementara:
1. Humor merupakan metode yang efektif untuk menarik perhatian pada iklan
2. Humor menambah kesenangan (liking) pada iklan dan merek yang diiklankan.
3. Humor tidak merusak pemahaman ( komprehension) tentang produk.
4. Humor tidak menawarkan suatu keuntungan yang lebih dari sekedar bujukan.
5. Humor tidak menambah kredibiltas suber.
6. Sifat produk mempengaruhi penggunaan humor.
Khususnya, humor akan lebih berhasil diguanakan pada produk yang sudah mapan daripada pada produk baru. Humor juga lebih layak untuk produk-produk yang lebih berorientasi pada perasaaan, atau pengalaman, dan pada produk-produk yang tidak sangat membutuhkan keterlibatan konsumen (seperti berang-barang kemasan konsumen ( consumer packaged gods ) yang harganya murah).
Bila dilakukan dengan benar dan pada keadaan yang tepat, humor dapat merupakan teknik periklanan yang sangat efektif. Humor halus Tom Bodett di dalam iklan radio untuk Motel 6 jelas-jelas mempunyai pengaruh yang mengesankan terhadap pendapatnya kelompok hotel tersebut. Meskipun humor relatif jarang digunakan daam perikanan majalah ( disbanding dengan TV dan radio), Pemakaian humor dalam periklanan menunjukkan bahwa daya tarik yangberisifat humor tidak semuanya sama efektif. Dengan menggunakan data mengenai pola pembaca majalah dari databae pembaca majalah Starch, para peneliti menemukanbahwa pria mempunyai skor perhatian yang lebih tinggi dari pada wanita terhadap ikan yang berisifat humor, dan bahwa majalah yang mayoritas pembacanya orang kulit putih mempunyai skor perhatian yang lebih tinggi untuk iklanyang bersifat humor daripada mereka yag meiliki dominasi pembaca orang-orang Afrika-Amerika. Hasil temuan ini jangan diinterprestasikan bahwa orang kulit hitam dan wanita tidak memiliki selera humor, tetapi, cenderung direfleksikan, sebagai bias di dalam periklanan yang lebih melayani keinginan pria kulit putih daripada wanita atau khalayak minoritas.
Selain perbedaan demografis dalam daya respons terhadap humor, bukti riset juga menunjukkanbahwa iklan yang bersifat humor hanya bila evaluasi konsumen terhadap merek yang diiklankan sudah positif. Bila evaluasi terdahulu adalah negatrif terhadap merek yang diiklankan, iklan yang bersifat humor akan kurang efektif dibandingkan iklan nonhumor. Hasil temuan ini mempunyai pengimbang di dalam hubungan antarpribadi: Bila kita menyukai seseorang, Anda akan cenderung untuk menganggap humornya lucu, daripada bila Anda tidak menyukai orang tersebut.
Secara menyeluruh, humor di dalam periklanan dapat merupakan cara yang sangat efektif untuk mencapai berbagai tujuan komunikasi pemasaran. Meskipun demikian, para pemasang iklan harus bertindak hati-hati ketika merenungkan pemakaian humor. Pertama, pengaruh humor dapat berbeda sesuai perbedaan karakteristik khalayak apa yang oleh sebagian orang dianggap lucu, belum tentu lucu bagi yang lainnya. Kedua, pengertian lucu di suatu negara atau daerah suatu negara belum tentu sama dengan di tempat lain. Akhirnya, suatu pesan yang bersifat humor dapat demikian menjijikkan bagi khalayak sehingga para penerima menolak pesan tersebut. Dengan demikian para pengiklan harus meneliti segmen pasar yang mereka tuju dengan hati-hati sebelum menggunakan iklan yang bersifat humor.
Sumber : Buku PERIKLANAN & PROMOSI “ Komunikasi Pemasaran Terpadu”
Pengarang : Terrence A.Shimp