John Elkington (1997) merumuskan Triple Bottom Line atau tiga faktor utama operasi perusahaan: faktor manusia, ekonomi (profit), serta lingkungan (planet). Ketiga faktor ini disebut triple-P (3P): people, profit, and planet.
Ketiga faktor ini berkaitan satu sama lain. Masyarakat bergantung pada ekonomi. Sementara ekonomi dan keuntungan perusahaan bergantung pada masyarakat dan lingkungan, bahkan ekosistem global. Inilah yang sering disebut sebagai tanggung jawab sosial perusahaan (corporate social responsibility).
Ketiga faktor inilah yang diyakini Neville Isdell & David Beasley dalam buku ini mampu menghadirkan keberkahan dalam berbisnis. Buku berjudul Inside Coca-Cola ini mengajak para pebisnis untuk peduli pada masyarakat dan lingkungan. Mutualisasi antara perusahaan dan masyarakat dan lingkungan dapat menumbuhkan kepercayaan konsumen. Pada gilirannya, perusahaan akan tetap eksis bahkan semakin berjaya.
Coca-Cola merupakan salah satu merek minuman bersoda yang paling tersohor dan tersukses di dunia. Branding produknya mampu menembus berbagai bahasa, budaya, dan batasan-batasan alamiah lainnya. Produk itu hingga kini dijual di berbagai restoran, toko, dan mesin pengecer di lebih dari 200 negara, sebuah pangsa pasar yang sangat fantastis.
Tentu, sukses hasil kerja keras dari para aktor yang menukangi Coca-Cola. Di samping itu, Neville Isdell & David Beasley mengungkapkan tabir di balik kesuksesan Coca-Cola. Menurut dua pelopor revolusioner Coca-Cola ini, CSR memiliki kontribusi besar dalam mendulang kesuksesan sebuah perusahaan. Sayangnya, faktor ini sering dilupakan banyak perusahaan.
Dalam perspektif usaha jangka panjang yang harus lebih diperhatikan perusahaan adalah kesadaran akan segudang tanggung jawab sosial perusahaan. Hal ini sebagai kewajiban organisasi usaha dalam rangka melindungi lingkungan dan memajukan masyarakat di mana organisasi dan pasar perusahaan berada (hlm 127).
Tanggung jawab sosial dunia bisnis bukanlah pemaksaan, tekanan, ancaman, melainkan didasari kaidah moral, komitmen sosial, dan etika bisnis. Tanggung jawab sosial dunia usaha dipengaruhi berbagai kekuatan, yaitu norma sosial dan budaya, hukum serta regulasi, praktik dan budaya organisasi. Jadi, boleh dikatakan dia terbentuk karena dorongan kemanfaatan, moralitas, dan keadilan (hlm 173).
Oleh karenanya, dibutuhkan kerja sama yang aktif dengan institusi pemerintah dalam berbagai level. Yang paling penting adalah dukungan dan partisipasi anggota masyarakat lewat LSM atau lainnya dalam mengatasi isu-isu dan realitas sosial di masyarakat. Ini merupakan suatu harapan umum dan bagian dari tanggung jawab bisnis masa kini dan yang akan datang.
Kesuksesan berkat pelaksanaan CSR yang digagas Neville Isdell & David Beasley bukan tanpa bukti atau hanya Coca-cola yang mengalaminya. Misalnya, sebuah studi selama 2 tahun yang dilakukan The Performance Group, sebuah konsorsium yang terdiri dari Volvo, Unilever, Monsanto, Imperial Chemical Industries, Deutsche Bank, Electrolux, dan Gerling. Studi menemukan bahwa pengembangan produk yang ramah lingkungan dan peningkatan environmental compliance bisa menaikkan EPS (earning per share) perusahaan, mendongkrak profitabilitas, dan menjamin kemudahan dalam mendapat kontrak atau persetujuan investasi.
Sebaliknya, fakta kontraproduktif sering ditemui ketika perusahaan hanya mengejar keuntungan dan melupakan etika sosial. Berbagai konflik sosial tidak jarang berujung pada tindakan anarkis hingga penyegelan.
Buku ini mengajak para pebisnis untuk melaksanakan etika perusahaan melalui CSR. Perusahaan sebagai sebuah sistem dalam keberlanjutan dan keseimbangannya tidak bisa berdiri sendiri. Perusahaan memerlukan kemitraan yang timbal balik dengan institusi lain, khususnya masyarakat.
Diresensi Emi Rosyidatul M, mahasiswi, tinggal di Yogyakarta
Judul : Inside Coca-Cola
Penulis : Neville Isdell & David Beasley
Penerbit : Esensei, Erlangga Group
Cetak : I, September 2012
Tebal : 247 halaman
ISBN : 9780312617950