Perkembangan kompetensi dan karakter siswa lebih mendapat prioritas pada Kurikulum 2013.
Sejak pertama kali Indonesia menyelenggarakan pendidikan nasional, tercatat telah terjadi sejumlah pergantian kurikulum pendidikan nasional. Dua tahun setelah kemerdekaan, pemerintah Indonesia mengeluarkan Rencana Pembelajaran 1947 yang banyak mengacu kepada kurikulum yang telah dibuat Belanda. Kurikulum ini dilaksanakan hampir secara merata di sekolah-sekolah di Indonesia pada tahun 1950. Banyak yang berpendapat bahwa inilah awal tonggak sejarah perkembangan kurikulum pendidikan di Indonesia.
Kini, setelah Republik Indonesia nyaris berusia 69 tahun - setelah sekurangnya sembilan kali berganti kurikulum- Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mencetuskan Kurikulum 2013 yang juga dikenal sebagai Kurikulum Pendidikan Berbasis Karakter.
Kurikulum ini menggantikan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang secara yuridis diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Pendidikan Nasional.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhammad Nuh mengatakan, secara falsafati pendidikan merupakan proses berkelanjutan yang bertujuan untuk mentransformasikan peserta didik menjadi manusia yang bermanfaat untuk diri dan sesamanya. Dan dalam UU Sisdiknas, lanjut Nuh, ‘mejadi manusia bermanfaat’ itu dapat dirumuskan dengan indikator yang bersifat strategis seperti beriman-bertakwa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Sederhananya, manusia yang memiliki karakter kuat. Untuk menuju hal tersebut, Menteri Nuh mengatakan penerapan kurikulum berbasis kompetensi merupakan jembatan yang tepat untuk dilalui.
Kurikulum 2013 menekankan tiga aspek kompetensi. Penekanan kepada ketiga aspek ini menjadi penunjang utama dalam mewujudkan tujuan pendidikan nasional seperti yang dicita-citakan. Tiga aspek kompetensi itu, yaitu pengetahuan, keterampilan, dan sikap.
Sebagaimana kurikulum terdahulu, aspek pengetahuan dalam Kurikulum 2013 ditujukan untuk meningkatkan pemahaman siswa terhadap pelajaran. Aspek ini diukur lewat perangkat uji seperti ulangan harian, Ujian Tengah/Akhir Semester, dan Ujian Kenaikan Kelas. Sementara aspek keterampilan merupakan penekanan pada kemampuan atau skill siswa. Di sini siswa dituntut tidak hanya mengerti suatu teori, tetapi juga memiliki kemampuan dalam mengaplikasikan pengetahuannya tersebut. Dengan aspek keterampilan ini seorang siswa, misalnya, tidak hanya dituntut untuk memahami grammar bahasa Inggris, tetapi juga mampu untuk mempraktikkan bahasa tersebut.
Aspek ketiga adalah aspek yang dipandang paling mendapat prioritas di Kurikulum 2013, yakni aspek sikap. Kurikulum 2013 menekankan bahwa yang tak kalah penting dari pengetahuan dan keterampilan adalah sikap para siswa. Para siswa tidak hanya dituntut untuk mengetahui dan memiliki keterampilan, tetapi juga dapat membentuk karakter dirinya. IPA dan IPS, misalnya. Kedua disiplin ilmu tersebut dalam Kurikulum 2013 dikembangkan sebagai mata pelajaran integrative science dan integrative social studies, dan bukan sekadar pendidikan disiplin ilmu. Keduanya dikembangkan sebagai pendidikan yang berorientasi aplikatif, memancing perkembangan kemampuan berpikir, kemampuan belajar, rasa ingin tahu, dan pada akhirnya diharapkan dapat membangun sikap peduli dan tanggung jawab terhadap lingkungan alam dan sosial.
[IHU]