Penulis : Dr. Muhammad Ibrahim al-Fayumi
Tasawuf merupakan salah satu labirin dari berbagai dimensi keberagamaan.
Sering diperhadapkan dengan syariat yang lebih berorientasi pada fomalisme beragama,
tasawuf merupakan sebuah upaya menyelami relung terdalam religiusitas.
Karenanya, tasawuf setidaknya terbentuk
karena dua modus: (1) untuk mendalami dan menyelami makna agama, dan (2) untuk
mencari nilai-nilai dan format-format baru dalam beragama. Meski, respon
sosial-politik terhadap lahirnya sufisme juga tak bisa kita abaikan begitu saja.
Jamak dimafhumi, bahwa dunia tasawuf dikejutkan
sekaligus diramaikan oleh kehadiran sosok sufi yang sangat kontroversial, Ibn
‘Arabi. Kekhasannya terletak pada ikhtiar menggabungkan antara imajinasi,
rasio, dan religi, sehingga menghasilkan buah pemikiran yang nyentrik, dan karenanya keselamatan nyawa
pun menjadi ancaman baginya.
Karya masterpiece-nya, al-Futuhat
al-Makiyyah, dianggap sebagai referensi utama kajian tasawuf Islam.
Dilahirkan pada 17 Ramadhan H (bertepatan dengan 28 Juli 1165 M), di Murcia,
Andalusia (Spanyol). Ibn ‘Arabi tumbuh dalam lingkungan spiritual yang kental.
Ini yang mendorongnya untuk belajar agama sejak usia masih belia. Ia belajar
ilmu fikih, hadis, qiraat, dan ilmu-ilmu lain dari para guru besar di zamannya.
Karyanya mencapai 400 buku dan artikel
pendek. Bahkan, ada yang menyebutkan bahwa karyanya mencapai 1000 buku dan
artikel. Ciri khas yang bisa ditemukan dalam karyanya adalah tema tasawuf dan
ilmu relung hati (‘ilm al-asrar).
Menurut Ibn ‘Arabi, ada beberapa hal
yang harus dimiliki oleh orang yang mempelajari tasawuf: lapar, kurang tidur, tidak
banyak bicara, mengisolasi diri, jujur, tawakal, sabar, tekun, dan yakin. Sementara
yang harus ditolak dalam tasawuf adalah empat hal: hasrat, dunia, nafsu, dan
setan.
Pemikiran tasawuf Ibn ‘Arabi
dipengaruhi oleh rangkaian panjang pergulatan tradisi yang melingkupi zaman dan
lingkungannya. Mulai dari tradisi Timur, hellenistik, Persia, India, Yunani, Kristen,
hingga tradisi Yahudi. Tak heran, bila pemikirannya bersifat eklektis dan
justru lebih bersifat filosofis ketimbang islami.
Buku Ibn ‘Arabi dalam Sorotan: Menyingkap Kode & Menguak Simbol di Balik
Paham Wihdat al-Wujud, adalah sebuah buku yang mencoba memotret sosok Ibn
‘Arabi secara menyeluruh, namun ringkas dan bernas, dalam berbagai dimensi
pemikirannya. Potret Ibn ‘Arabi dilihat dari berbagai faktor dan pengaruh yang berkontribusi
bagi lahirnya pemikirannya.
Diawali dengan pro-kontra dan kritik di
seputar karya-karyanya, kemudian pembahasan mengenai berbagai buah tangan yang
lahir dari pemikirannya, serta tema-tema penting seputar pemikirannya yang
sering diperbincangkan dan diperdebatkan. Lantas, diakhiri oleh penilaian dan pandangan
Ibnu Taimiyyah terhadap sosok Ibn ‘Arabi. Dan, sebagai penutup, dicantumkan beberapa
nukilan hikmah yang terdapat dalam karya besar Ibn ‘Arabi: al-Futuhat al-Makkiyyah.
Ibn ‘Arabi menjadi orang pertama yang meletakkan
dasar-dasar aliran wahdatul wujud. Dalam
kritiknya, Ibnu Taimiyyah mengemukakan bahwa mazhab Ibn ‘Arabi, secara esensial,
mengatakan bahwa makhluk itu “sama” dengan keberadaan al-Khaliq. Implikasinya, penyembahan kaum Musa terhadap anak sapi (‘ijl) misalnya, sama dengan penyembahan kepada
Allah. Penyembahan berhala juga sama dengan penyembahan kepada Allah.
Maka, menanggapi pemikiran Ibn ‘Arabi yang
kontroversial dan melawan mainstream itu,
setidaknya ada tiga pendapat terhadap Ibn ‘Arabi. Satu golongan berpendapat
bahwa Ibn ‘Arabi adalah orang yang infidel
(kafir). Sebagian lain menganggapnya sebagai orang yang mencapai makrifat,
sementara golongan terakhir bersikap netral atau abstein.
Ya, buku Ibn ‘Arabi dalam Sorotan, setidaknya dapat menjadi pengantar yang
jenial, bagi siapa saja yang ingin memasuki alam pikiran Ibn ‘Arabi yang dikelompokkan
dalam aliran tasawuf-filosofis itu, yang penuh dengan gagasan-gagasan yang
mengejutkan. Testriono