© UNICEF Indonesia/2014

Untuk merayakan peringatan 25 tahun Konvensi Hak Anak, UNICEF mendeklarasikan tahun 2014 sebagai “Tahun Inovasi dan Kesetaraan. Hal ini disampaikan oleh Angela Kearney, Kepala Perwakilan UNICEF di Indonesia, dalam pidato pembukaannya di acara UNICEF Activate Talks – Innovating for Children yang diadakan di Erasmus Huis pada tanggal 23 April 2014 yang lalu. "Kita membutuhkan semangat dan energi dari para inovator, pengusaha, petualang dan pengambil risiko di negeri ini untuk berpikir di luar kotak dan mendukung pemerintah Indonesia dalam memastikan bahwa anak-anak dan orang muda mendapatkan apa yang mereka butuhkan untuk memenuhi hak-hak dan mencapai impian mereka", kata Angela.

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Linda Amalia Sari Gumelar, turut hadir untuk memberikan dukungannya pada acara ini. Dalam pidatonya, Beliau menyampaikan bahwa lebih dari sepertiga penduduk Indonesia adalah anak-anak. Oleh karena itu, kita harus memastikan mereka tumbuh sehat, cerdas, dan dilindungi dari kekerasan. Kita harus menjamin kesejahteraan anak-anak Indonesia, baik lahir maupun batin. Selain itu, perlu diperhatikan kesetaraan akses kepada anak lai-laki dan anak perempuan.

Dalam acara ini, UNICEF Indonesia mengundang lima inovator terkemuka untuk mempresentasikan ide-ide mereka untuk mengatasi tantangan-tantangan utama yang dihadapi anak-anak Indonesia di tengah perkembangan ekonomi Asia Tenggara yang sedang berkembang pesat.


© UNICEF Indonesia/2014/Harimawan.

Inovator pertama yang menyampaikan idenya adalah Tri Mumpuni. Beliau berkontribusi dalam memberdayakan masyarakat dan sumber daya setempat untuk pengadaan listrik di 65 desa terpencil di Indonesia. Beliau berhasil mengajak masyarakat untuk memanfaatkan sumber daya air yang ada sebagai sumber tenaga penghasil listrik di desa masing-masing. Masyarakat desa juga diajak terlibat secara aktif dengan membuat organisasi yang akan mengurus turbin pembangkit listrik yang telah dibangun untuk menjaga agar keberlangsungan proyek ini. Tujuan akhir dari ide Beliau bukanlah pengadaan listrik di desa, namun bagaimana ketersediaan listrik dapat meningkatkan kualitas hidup masyarakat setempat dan membangun pemberdayaan masyarakat, khususnya secara ekonomi.

Inovator kedua adalah Mr Toshi Nakamura. Beliau adalah salah satu pendiri KOPERNIK, organisasi nirlaba yang menyediakan teknologi sederhana terkini untuk masyarakat di area terpencil, seperti listrik tenaga surya, kompor hemat, dan alat penyulingan air. Selain itu, Beliau juga memperkenalkan cara-cara inovatif yang mereka gunakan untuk mengukur dampak dari teknologi bantuan tersebut. Mereka menggunakan aplikasi untuk menyusun data survei sehingga cukup membawa tablet ke lapangan, dan menggunakan teknologi sms dan sensor untuk mengukur dampak dari bantuan yang telah diberikan terhadap masyarakat.

Inovasi ketiga disampaikan oleh Dr. Ahmad Aziz, seorang dokter dan aktivis sosial yang menemukan cara untuk menanggulangi wabah malaria di Maluku Utara dengan melibatkan masyarakat setempat. Beliau memperkenalkan cara-cara mencegah dan menanggulangi malaria kepada penduduk setempat, antara lain dengan menanam tanaman rempah-rempah, sehingga mereka kemudian dapat melakukan pencegahan sendiri.

Inovator yang tampil berikutnya adalah Mia Sutanto. Beliau adalah pendiri dari AIMI-ASI dan pelopor komunitas ibu menyusui di dunia maya. Beliau memanfaatkan teknologi internet dan media sosial untuk mengkampanyekan pentingnya ASI bagi anak dan melakukan gerakan dukungan kepada para ibu yang menyusui. Pada saat ini AIMI-ASI sudah memiliki perwakilan di 10 provinsi.


MiaSutanto © UNICEF Indonesia/2014/Harimawan.

Ide inovasi terakhir disampaikan oleh Anies Baswedan, salah satu tokoh pendidikan di Indonesia dan Presiden Universitas Paramadina. Beliau membentuk INDONESIA MENGAJAR yang memfasilitasi generasi muda Indonesia untuk berkontribusi terhadap dunia pendidikan di Indonesia. Menurut Anies, banyak sekali anak muda Indonesia yang ingin berbagi ilmu yang mereka miliki kepada masyarakat, namun sebagian besar tidak ingin terikat pada profesi guru seumur hidupnya. Melalui Indonesia Mengajar, anak-anak muda ini dapat mengikuti program mengajar di daerah terpencil selama setahun. Misi dari program ini bukan hanya mendapatkan tenaga pengajar yang berkualitas, namun juga agar dapat memberikan inspirasi kepada masyarakat setempat. Tujuan akhir yang ingin dicapai adalah menciptakan pemimpin masa depan yang memiliki pengetahuan mendasar tentang bangsanya. (MY)


Anies Baswedan © UNICEF Indonesia/2014/Harimawan