Pengunjung berjalan di samping patung karya seniman Nyoman Nuarta yang dipasang di halaman Museum Nasional di Jakarta, Jumat (31/5). Patung yang diresmikan sehari sebelumnya tersebut menjadi lambang baru sekaligus menyambut HUT Ke-235 Museum Nasional.

Patung besar itu berbentuk pusaran. Di tengahnya berdiri beberapa sosok manusia dengan posisi seperti berlari dan terseret arus pusaran. Di tengah gerimis hujan sore, Kamis akhir Mei lalu, selubung kain putih yang membungkus patung itu dibuka.

Pada perayaan 235 tahun Museum Nasional, patung karya Nyoman Nuarta itu resmi menggantikan patung gajah putih yang selama ini menjadi ikon sekaligus penanda sejarah Museum Nasional. hMasyarakat didorong untuk lebih mengenal Museum Nasional, bukan Museum Gajah, kata Nuarta, sang pematung.

Patung gajah kini disimpan di dalam museum. Keberadaan patung gajah berbahan perunggu berawal dari kunjungan Chulalongkorn (Rama V), Raja Siam (Thailand) ke Batavia pada tahun 1871. Di sela-sela kunjungan, ia datang ke gedung Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen (Ikatan Kesenian dan Ilmu Batavia).

Chulalongkorn terkesan dengan koleksi Bataviaasch Genootschap lalu menyumbang patung gajah sebagai tanda persahabatan. Patung itu diletakkan di depan gedung sehingga masyarakat lebih mengenal museum itu sebagai Museum Gajah.

Hingga tahun 2017, pemerintah berencana mengembangkan Museum Nasional menjadi museum modern berteknologi sekaligus jadi tempat gaul anak muda. Pengembangan dimulai dengan membangun gedung baru di sisi barat halaman museum, menyusul Gedung Arca berlantai tujuh yang difungsikan sejak tahun 2007. Gedung yang akan dibangun akan jadi ruang penyimpanan dan konservasi.

Intan Mardiana, Kepala Museum Nasional, mengakui, pihaknya kesulitan menyimpan koleksi arca, prasasti, dan sarkofagus. Koleksi batu yang rata-rata berukuran besar dipajang berjejalan di halaman dalam museum. Sisanya menumpuk di gudang. Museum ini punya lebih dari1.000 koleksi batu.
Pada koridor museum yang menghubungkan gedung lama dengan gedung baru akan dibuat deretan kafe, toko buku, toko cendera mata, galeri, taman.

Tujuannya agar anak muda datang ke areal Museum Nasional. Dari koridor mereka ditarik ke dalam museum dengan tampilan audio visual yang memamerkan sebagian koleksi museum, h kata Dedah Rufaedah Sri Handari, Kepala Bidang Kemitraan dan Promosi Museum Nasional. Kunjungan ke museum itu kini 1.100 orang per hari.

Penataan baru
Museum Nasional di Jalan Merdeka Barat merekam sejarah panjang jejak peradaban di Indonesia. Museum menyimpan lebih dari 141.889 koleksi dari jejak peradaban jutaan tahun lalu hingga masuknya bangsa-bangsa asing ke Nusantara.

Sebelum Perpustakaan Nasional didirikan tahun 1980-an, koleksi manuskrip kuno disimpan di Museum Nasional.
Di gedung lama, pengelola hanya mengelompokkan koleksi berdasar kategori dan menyimpan di ruang terpisah seperti prasejarah, arkeologi, etnografi, keramik, numismatik dan heraldik, tekstil, serta perunggu.

Penataan dengan membuat alur cerita/tema mulai dilakukan di Gedung Arca. Museolog Koentjaraningrat mengelompokkan koleksi berdasarkan tujuh pokok kebudayaan yang berkembang di Indonesia, seperti sistem religi dan upacara keagamaan, sistem dan organisasi kemasyarakatan, sistem pengetahuan, bahasa, dan lain-lain.

Museolog muda Kartum Setiawan mengatakan, Museum Nasional perlu banyak berbenah. Fungsi edukasi museum di Indonesia, sekelas Museum Nasional, belum berjalan baik. Koleksi yang dipajang tidak bisa hbercerita h tanpa bantuan pemandu wisata, kata Kartum.

Menurut Nunus Supardi, pemerhati museum, bantuan teknologi sangat diperlukan. Ia mencontohkan museum di Jepang sarat perangkat elektronik. Bila tombol perangkat ditekan, ia akan bertutur tentang koleksi yang dilihat pengunjung.

Perkumpulan ilmiah
Koleksi di Museum Nasional dikumpulkan sekelompok orang Belanda di Batavia pada awal abad ke-18. Mereka mendirikan Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen (BG) pada 24 April 1778 karena terinspirasi Perkumpulan Ilmiah Belanda yang didirikan tahun 1752 di Harlem, Belanda.
Rumah salah satu pendiri, JCM Radermacher, di Jalan Kali Besar jadi markas perkumpulan itu. Ia sekaligus menyumbang banyak koleksi benda budaya dan buku.

Koleksi perkumpulan itu terus bertambah karena sejak 1822 Pemerintah Hindia Belanda mewajibkan semua temuan arkeologi, benda bersejarah, dan benda budaya dari seluruh Nusantara diserahkan kepada BG.
Benda temuan dibagi antara Batavia dan Kerajaan Belanda. Di Batavia koleksi disimpan di gedung BG. Di Belanda disimpan di Rijksmuseum voor Volkenkunde di Leiden.

Pada masa pemerintahan Inggris, Letnan Gubernur Sir Thomas Stamford menjadi direktur perkumpulan. Raffles memerintahkan pembangunan gedung baru di Jalan Majapahit karena rumah di Kali Besar tak mampu menampung koleksi. Tahun 1886, seluruh koleksi kembali dipindahkan ke gedung baru lain di Jalan Medan Merdeka yang dibangun tahun 1886.

Setelah masa kemerdekaan, Indonesia melakukan diplomasi untuk meminta benda bersejarah yang dibawa ke Belanda. Melalui perjanjian di Kota Wassenaar, Belanda mengembalikan sejumlah benda pada 1978.


 

Sumber : KOMPAS/IWAN SETIYAWAN
Sumber Gambar : id.wikipedia.org