MESKIPUN masih menuai pro-kontra, pemerintah nampaknya tidak akan bergeming dari pendiriannya yakni akan tetap memberlakukan kurikulum baru mulai tahun ajaran 2013/2014. Hal ini bisa dicermati dari pernyataan yang dilontarkan orang nomor satu di kementerian pendidikan dan kebudayaan, Mohammad Nuh, sebagaimana dilansir di berbagai media, baik cetak maupun online.

Daripada melakukan kegiatan kontra produktif seperti unjuk rasa yang berujung anarkis misalnya, alangkah eloknya apabila masyarakat, komunitas pendidikan, para pemangku kepentingan (stakeholder) di bidang pendidikan, dan (terutama) insan pendidik segera menyiapkan diri menghadapi pemberlakuan kurikulum baru tersebut, karena kurikulum 2013 akan diterapkan di kelas I, IV, VII, dan X secara nasional pada minggu ke-4 Juni tahun ini.

Artinya, mau tidak mau, suka atau tidak suka, dikehendaki atau tidak, tentang dan sekitar kurikulum 2013 harus segera digulirkan di tingkat satuan pendidikan atau sekolah-sekolah. Sebab kalau tidak, para praktisi pendidikan di tingkat persekolahan akan tergagap-gagap bahkan galau manakala berjibaku mengimplementasikannya dalam proses pembelajaran. Apabila para guru ini tidak segera di-upgrade, di-update, dan disinergiskan kompetensi profesional dan pedagogisnya dengan kurikulum baru, maka yang pertama dan utama akan dirugikan adalah para peserta didik!

Perlu diketahui, kurikulum 2013 ini mengandung empat elemen perubahan yang tersebar di empat dari delapan standar pendidikan nasional, yaitu standar kompetesi lulusan (SKL), standar isi, standar proses, dan standar penilaian,.

Pada SKL terdapat adanya peningkatan dan keseimbangan soft skills dan hard skills yang meliputi aspek kompetensi sikap, keterampilan, dan pengetahuan.

Pada standar isi, berkaitan dengan kedudukan mata pelajaran (MP), kompetensi yang semula diturunkan dari MP berubah menjadi MP dikembangkan dari kompetensi. Untuk SD, kompetensi dikembangkan melalui pendekatan tematik integratif dalam semua MP, SMP dan SMA melalui MP, serta SMK melalui vokasional.

Kemudian, berkaitan dengan struktur kurikulum, di SD MP-nya holistik berbasis sains (alam, sosial, dan budaya), jumlah MP dari 10 menjadi 6, dan jumlah jam bertambah 4 jam pelajaran (JP)/minggu. Di SMP TIK menjadi media semua MP, pengembangan diri terintegrasi pada setiap MP dan ekstrakurikuler, jumlah MP dari 12 menjadi 10, dan jumlah jam bertambah 6 JP/minggu. Di SMA terdapat perubahan sistem, yakni ada MP wajib dan MP pilihan serta terjadi pengurangan MP yang harus diikuti siswa, dan jumlah jam bertambah 1 JP/minggu. Di SMK terdapat penambahan jenis keahlian berdasarkan spektrum kebutuhan (6 program keahlian, 40 bidang keahlian, dan 121 kompetensi keahlian), pengurangan MP adaptif dan normatif disertai dengan penambahan MP produktif yang disesuaikan dengan trend perkembangan di industri.

Selanjutnya dalam proses pembelajaran, standar proses yang semula terfokus pada eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi, sekarang dilengkapi dengan mengamati, menanya, mengolah, menyajikan, menyimpulkan, dan mencipta. Belajar pun tidak hanya terjadi di ruang kelas, tetapi juga di lingkungan sekolah dan masyarakat. Guru bukan satu-satunya sumber belajar. Begitu juga sikap tidak diajarkan secara verbal melainkan melalui contoh dan teladan.

Berkenaan dengan penilaian hasil belajar mengacu pada penilaian berbasis kompetensi. Ada pergeseran dari penilaian melalui tes (mengukur kompetensi pengetahuan berdasarkan hasil saja) menuju penilaian otentik (mengukur semua kompetensi sikap, keterampilan, dan pengetahuan berdasarkan proses dan hasil); memperkuat PAP (Penilaian Acuan Patokan) yaitu pencapaian hasil belajar didasarkan pada posisi skor yang diperolehnya terhadap skor ideal/maksimal. Penilaian tidak hanya pada level KD (kompetensi dasar), tetapi juga kompetensi inti dan SKL. Di sini juga didorong pemanfaatan portofolio yang dibuat siswa sebagai instrumen utama penilaian.

Dalam kegiatan ekstrakurikuler, Pramuka diwajibkan untuk semua jenjang pendidikan (SD, SMP, SMA, SMK). Untuk SD ditambah dengan UKS, PMR, dan Bahasa Inggris,  sedangkan untuk jenjang lainnya ditambah OSIS, UKS, PMR, dan lain-lain.

Itulah sekelumit perubahan elementer yang terdapat dalam kurikulum 2013.

Akhirnya, mengingat kunci keberhasilan implementasi kurikulum terletak pada ketersediaan pegangan guru dan siswa, buku pedoman penilaian, dan kesiapan guru, maka “Jadwal Pengembangan dan Implementasi Kurikulum 2013” yang telah disusun Kemendikbud RI hendaknya ditetapi secara konsekuen dan konsisten oleh para pemangku kepentingan pendidikan, sehingga tidak menjadi momok di tingkat satuan pendidikan, khususnya bagi para guru dan siswa.

Oleh : Arief Achmad
Penulis, Tim Pengembang Kurikulum Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat.