Senin pagi itu, 22 Oktober 2012, ponselku bergetar. Ada pesan pendek masuk. Pengirimnya adalah Sekretaris Ikatan Guru Indonesia (IGI) Cabang Bogor Lisda Harahap. Ia bermaksud memesan sepuluh eksemplar buku Apa Yang Berbeda dari Guru Hebat terbitan Erlangga. Aku lantas mengarahkan beliau untuk menghubungi staf IGI Muhammad Yasin.

Beberapa hari belakangan, permintaan terhadap buku ini meningkat. Setidaknya hal itu berdasar pemesanan yang masuk lewat ponselku atau via e-mail pribadi. Karena memang tidak punya stok, aku menjawab bahwa buku tersebut sudah terdapat di beberapa toko buku. Misalnya, Gramedia.

Masalahnya, tidak semua cabang Gramedia di beberapa kota punya stok buku itu. Untuk memudahkan, aku menyarankan si calon pembeli bisa memesan via online di situs resmi Erlangga. Aku sendiri pernah melakukannya saat memesan lima eksemplar buku di toko belanja online milik Erlangga. Ternyata mudah dan tidak ribet. Hanya dua hari setelah aku mentransfer uang ke Jakarta, pesananku sudah tiba di Surabaya.

Terkait buku ini, seorang kawan jurnalis pernah aku tawari untuk membelinya. Sebab, kebetulan istrinya seorang guru. Karena buku ini bertema pendidikan, aku tak jarang mencoba menawarkannya ke beberapa kolega dan rekan yang memiliki anggota keluarga sebagai tenaga pendidik.

Ketika aku mengatakan bahwa harga resmi buku tersebut sebesar Rp 50 ribu, kawanku terkejut. ”Mahal banget!” ucapnya. Namun, aku menambahkan pula bahwa di beberapa toko buku online biasanya ada diskon antara 5-10 persen. Di sisi lain, harga segitu untuk buku yang tidak terlalu tebal (kurang dari 200 halaman) memang bisa dibilang memberatkan bagi sebagian orang.

Keluhan senada pernah disampaikan istriku ketika ada pemesanan buku tersebut oleh rekan-rekannya sesama guru di SDIT Nurul Fikri Sidoarjo. Tetapi, aku selalu meyakinkan bahwa ono rego ono rupo. Maksudnya, harga tinggi atau mahal setidaknya berjalan seiring dengan kualitas. Aku meyakinkan lagi bahwa buku itu berisi cerita-cerita ringan tentang kisah inspiratif 12 pejuang pendidikan yang bermanfaat untuk mereka. Keunggulan lain dari buku ini adalah sambutan hangat dari Mendikbud Mohammad Nuh.

Tentunya juga ada kiat-kiat dan pengalaman fenomenal dari sosok yang dikupas di situ. Nyatanya, dari beberapa komentar pembacanya, mereka menilai baik. Berbobot. Sehingga harga buku yang mahal tidak menjadi masalah.

Dewasa ini buku nonpelajaran terbit bak air bah. Novel-novel, komik grafis, hingga buku cerita anak membanjir di pasaran. Minat membaca sebagian masyarakat mulai menggeliat.

Hal ini salah satunya dipicu oleh gencarnya kampanye budaya membaca. Terutama di sekolah-sekolah. Telah ditanamkan suatu stigma bahwa membaca itu menjadi suatu kebutuhan yang tak terhindarkan selain manfaatnya yang begitu banyak.

Di sisi lain, patut dicermati bahwa membeli buku saat ini sekan telah menjadi tren atau gaya hidup. Terlepas dari buku itu dibaca atau tidak, faktanya sebagian masyarakat, khususnya anak muda, mulai gemar berakrab ria dengan toko buku. Setidaknya inilah yang aku cermati dari kondisi di lapangan, terutama di beberapa kota di Jawa Timur.

Hal ini sepatutnya juga diikuti oleh peran penerbit dalam menyediakan buku-buku bacaan yang berkualitas. Terutama bagi konsumen muda.

Rasanya, bagi sebagian pembaca, harga mungkin tidak menjadi masalah. Namun, tentu saja kualitas isi buku harus bisa bicara alias sepadan dengan harga.

Halaman DetEksi, rubrik khusus anak muda di Jawa Pos, menyediakan ruang bagi pembaca remaja yang ingin meresensi sekaligus memberikan rubrik khusus tentang buku seminggu sekali. Dalam tiap topik, selalu dikupas tentang buku atau novel oleh klub baca yang disebut Bookaholic alias pencinta buku-buku dari berbagai genre, terutama novel.

Sambutannya luar biasa. Tiap ada uraian baru tentang novel tertentu, selalu saja buku itu diburu. Semahal apa pun. Contohnya adalah novel terjemahan Harry Potter. Terbayang kan bagaimana tebal dan mahalnya buku tersebut, tapi toh laku juga.

Membaca adalah aktivitas ringan yang membawa banyak manfaat. Sebagaimana kata pepatah, membaca adalah jendela dunia. Yakni, kegiatan tersebut bermanfaat membuka cakrawala pengetahuan dan wawasan si pembaca.

Hal ini mesti ditanamkan sejak dini. Peran orang tua sangat penting dalam mendukung suksesnya budaya literasi.

Contohnya, orang tua menanamkan suasana membaca sebagai kegiatan yang menyenangkan dengan membelikan anak buku-buku cerita anak. Sebaiknya orang tua membebaskan anaknya untuk memilih bacaan yang mereka suka. Jangan buru-buru menolak permintaan mereka untuk membeli buku yang mungkin harganya dirasa mahal. Hal ini biasanya terjadi pada buku ensiklopedi bergambar khusus anak.

Jika memang uang cekak, tanamkan pada anak untuk menabung agar bisa membeli buku yang ia suka. Kebiasaan menabung bisa dilakukan dengan menyisihkan uang jajan yang diberikan orang tua.

Buku mahal tidak akan menjadi masalah demi memberikan kegiatan positif kepada anak. Menilik banyaknya kasus negatif yang melibatkan remaja atau generasi muda, mengajak mereka untuk membiasakan diri membaca buku kesukaan bisa menjadi salah satu solusi. Generasi membaca adalah suatu kebutuhan untuk melahirkan pemimpin bangsa yang berkualitas.

Must Prast, editor Jawa Pos, Sidoarjo, 28 Oktober 2012 http://mustprast.wordpress.com