Tak sedikit anak yang trauma dengan matematika. Habis, sulit sih! Bagaimana kalau si kecil yang mengalaminya? Kringgg...!!
Bel pergantian pelajaran berbunyi. Ambar (9 tahun) langsung ngedumel. "Duh... matematika lagi! Mati deh!" Saat guru menerangkan, Ambar pura-pura asyik mencoret-coret buku matematikanya. Perkalian, pembagian, huuh... pusing!

Pulang sekolah, anak kelas 3 SD itu langsung curhat ke mamanya. "Ma, Ambar sebel deh sekolah. Habis ada matematika. Udah gitu susah lagi...."
"Oo... gitu," mamanya bergumam. "Nanti Mama bantu ajari sehabis Ambar tidur siang, ya?"

Cukup banyak anak usia SD yang tak suka matematika. Hal ini juga dibenarkan Dra. Tjut Rifa Meutia, MA, psikolog pendidikan dari Universitas Indonesia. Padahal matematika akan terus dipakai dalam kehidupan sehari-hari. Makanya, orangtua sering bingung bila nilai matematika anak rendah, padahal nilai di pelajaran lainnya bagus-bagus.

Menurut psikolog yang akrab dipanggil Tia ini, setelah anak masuk SD, pengajaran matematika jadi lebih sulit. Sebab semakin tinggi kelas anak, pelajaran matematikannya pun akan semakin sukar. Apalagi ketika anak menginjak kelas 3. "Di kelas 1 atau 2, pelajaran matematika masih berisi hitungan-hitungan sederhana, berkisar dari angka 1 sampai 20, lalu naik ke angka puluhan yang lebih besar. Tapi masih sebatas itu. Hitungannya pun masih seputar menjumlahkan dan mengurangi, yang masih mudah."

Namun di kelas 3, pelajaran matematika mulai meningkat lebih rumit. Selain penjumlahan dan pengurangan, ada juga perkalian, pembagian, pengukuran, dsb. Menurut Tia, di sinilah anak mulai sebal dengan matematika. "Apalagi jika sejak awal, fondasi pemahamaan anak sangat kurang, karena mereka bukan dilatih untuk paham dan mengerti, tapi hanya mengingat angka-angka."

Yang membuat anak jadi anti matematika, karena pelajaran itu juga penuh angka dan rumit. Karena rumitnya, kalau ingin paham, anak mesti belajar menyukai dan konsentrasi penuh pada pelajaran itu. Kalau tidak bisa, anak pun cepat merasa bosan, lama-lama jadi malas, bahkan takut. "Apalagi bila anak dibebani banyak PR dan gurunya galak. Wah, anak pun jadi makin alergi," terang Tia.

Dua Masalah
Tia mengatakan, ketidaksukaan anak terhadap pelajaran matematika terbagi dua. Pertama, anak tak suka karena pelajarannya memang tidak menarik. Kedua, anak punya masalah tersendiri dalam mempelajari dan melaksanakan tugas-tugas matematika, karena pemahamannya atas konsep-konsep kuantitatif matematika memang rendah. "Masalah kedua ini disebut diskalkulia, yakni kesulitan belajar menghitung. Jika ini yang dialami si kecil, orangtua harus memberinya perhatian ekstra, bahkan mengajaknya ke psikolog untuk membantu mengatasi masalahnya."

Faktor penyajian atau pengajaran juga turut andil membuat anak tak suka matematika. Tapi, menurut Tia, bukan berarti pola pembelajaran seperti yang ada sekarang ini sama sekali salah, lho. "Hanya saja, cara pengajaran yang kurang kreatif, tidak membuat anak fun. Malah, membuat anak jadi tak suka matematika. Apalagi bila dalam pengajaran, guru bermuka angker, galak, dan tak enak menjelaskannya."

Mengingat usia anak yang masih kecil, pengajaran matematika harus dilakukan semenarik dan sekreatif mungkin. Rentang konsentrasi anak kan tidak panjang, karena itu mereka perlu diberi penyajian yang variatif. Misalnya jangan hanya melulu angka-angka, tapi selingi dengan cerita, teka-teki, pengenalan materi dengan ilustrasi, dsb. Akan lebih bagus kalau ada alat peraga. "Kalau perlu ajak anak ke ruang terbuka untuk belajar matematika dengan benda-benda yang ada di alam, dan mengajak anak langsung praktek. Misalnya mengajak anak ke pasar untuk mengenal uang atau berat barang," saran Tia. Ini agar di benak anak terpatri kesan bahwa matematika itu sebenarnya menarik dan asyik.

Jangan Cuek
Untuk merangsang ketertarikan anak pada matematika, orangtua pegang peranan penting. Bayangkan bila anak sudah tak suka matematika, lalu di rumah orangtua cuek saja. Bila si kecil minta diajari, tapi orangtua tidak merespon atau minta si kecil belajar dengan ayahnya sepulang kantor, anak akan merasa tidak dihargai. Bagaimana mungkin anak bisa suka dengan matematika? Atau, jika orangtua sendiri sudah menilai matematika sebagai pelajaran yang susah. Otomatis anak pun tertular jadi tidak suka.

Saran Tia, jika anak menghadapi kesulitan dengan matematika, kalau perlu orangtua konsultasi dengan guru wali kelas anak, agar tahu apa penyebabnya. Mungkin dari sini orangtua juga tahu bagaimana cara membantu mengajari matematika pada anak secara enak dan efektif.

Kadang, orangtua yang pintar punya cara sendiri yang lebih praktis dari guru saat menerangkan matematika. Menurut Tia, supaya anak tidak bingung, orangtua tidak boleh mencela jalan yang diterangkan guru. "Bilang saja, Anda punya jalan lain yang bisa dipakai. Tapi, katakan juga bahwa Anda membebaskan anak untuk memilih cara mana yang dianggapnya lebih mudah."

Agar Matematika Jadi Mudah
      
  1. Perkenalkan matematika sambil bermain
  2.   
  3. Lakukan pengenalan matematika dengan media pembelajaran yang menarik
  4.   
  5. Variasikan pola pembelajaran dengan aneka cara, misal dengan mengubah angka-angka dengan cerita
  6.   
  7. Konkretkan materi yang akan diajarkan, misal dengan menggunakan permen, kelereng, atau benda-benda lain
      
  8.   
  9. Tuangkan konsep matematika ataupun angka secara tertulis di atas kertas agar anak mudah melihatnya, tidak sekedar abstrak, membayangkan angka-angka
  10.   
  11. Tuangkan konsep matematika dalam praktek aktivitas sederhana sehati-hari. Misal, berapa jumlah kaus kaki yang dibutuhkan dalam seminggu jika setiap hari menggunakan dua kaus kaki, dsb.
  12.   
  13. Pujilah setiap kemajuan yang dicapai anak
      
Orangtua perlu bekerjasama dengan guru agar bisa memonitar perkembangan dan kesulitan anak

Sumber : http://www.duniaguru.com