Puasa Ramadhan menjadi momentum penting bagi setiap muslim di seluruh penjuru dunia. Kaum muslimin sangat berbahagia dengan datangnya bulan Ramadhan, bulan yang penuh dengan kemuliaan dan keberkahan. Berbagai ihwal tentang puasa sudah menjadi pembahasan yang menarik dan patut disimak bagi setiap muslim untuk meningkatkan iman dan takwa. Bagi sebagian muslim yang sedang mengalami uzur, diberikan keringanan untuk tidak menjalankan ibadah puaa, namun mereka tetap harus menggantinya. Hal ini disebut  qadha puasa (membayar utang puasa).

Qadha adalah mengerjakan suatu ibadah yang memiliki batasan waktu di luar waktunya. Sebagai contoh, orang yang sedang sakit. Seseorang yang  mengalami sakit berat sehingga tidak kuat berpuasa, sesudah bulan Ramadhan dia harus mengganti puasanya.

Ada beberapa golongan yang diberi keringanan atau diharuskan untuk tidak berpuasa di bulan Ramadhan dan harus mengqadha puasanya setelah lepas dari uzur yaitu:

Pertama, orang yang sakit dan sakitnya memberatkan untuk puasa. Dalam hal ini, wanita hamil dan menyusui juga diberikan keringanan untuk tidak berpuasa.

Kedua, seorang musafir dan sulit untuk berpuasa atau sulit melakukan amalan kebajikan. Allah SWT berfirman:

وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ

Dan barang siapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain.” (QS. Al- Baqarah [21]: 185)

Ketiga, wanita yang sedang dalam keadaan haid dan nifas. Bagi kaum wanita yang sedang mengalami haid dan nifas dibolehkan untuk mengqadha puasa Ramadhan, sebagaimana Aisyah RA mengatakan:

كَانَ يُصِيبُنَا ذَلِكَ فَنُؤْمَرُ بِقَضَاءِ الصَّوْمِ وَلاَ نُؤْمَرُ بِقَضَاءِ الصَّلاَةِ

Kami dulu mengalami haid. Kami diperintarkan untuk mengqadha puasa dan kami tidak diperintahkan untuk mengqadha  shalat.” (HR. Muslim)

Qadha Ramadhan boleh ditunda, maksudnya tidak mesti dilakukan setelah bulan Ramadhan yaitu di bulan Syawal,  namun boleh dilakukan di bulan Dzulhijjah sampai bulan Sya’ban, asalkan sebelum memasuki bulan Ramadhan berikutnya. Dari Abu Salamah, beliau mengatakan bahwa beliau mendengar ‘Aisyah RA mengatakan:

كَانَ يَكُونُ عَلَىَّ الصَّوْمُ مِنْ رَمَضَانَ ، فَمَا أَسْتَطِيعُ أَنْ أَقْضِىَ إِلاَّ فِى شَعْبَانَ

Aku masih memiliki utang puasa Ramadhan. Aku tidaklah mampu mengqodho’nya kecuali di bulan Sya’ban.”  (HR. Bukhari dan Muslim)

Akan tetapi dianjurkan mengqadha Ramadhan dengan segera sebagaimana firman Allah SWT untuk bersegera dalam melakukan kebaikan:

أُولَئِكَ يُسَارِعُونَ فِي الْخَيْرَاتِ وَهُمْ لَهَا سَابِقُونَ

“Mereka itu bersegera untuk mendapat kebaikan-kebaikan dan merekalah orang-orang yang segera memperolehnya.” (QS. Al-Mu’minun [23]: 61)

Apabila kita memiliki kewajiban qadha puasa selama beberapa hari, maka untuk menunaikan qadha  tersebut tidak mesti berurutan. Sebagai contoh, kita punya qoadha puasa karena sakit selama lima hari, maka boleh kita lakukan qadha dua hari pada bulan Syawal, dua hari pada bulan Dzulhijjah dan sehari lagi pada bulan Muharram. Sebagaimana firman Allah SWT:

فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ

Maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain.” (QS. Al-Baqarah [2]: 185).

Jadi, bagi mereka yang diperbolehkan sedang dalam keadaan uzur, diperbolehkan untuk mengqadha puasa Ramadhan setelah berakhirnya bulan Ramadhan di bulan apa pun dan tidak mesti berurutan. Akan tetapi, lebih baik menyegerakan qadha puasa Ramadhan dan tidak menundanya. Marilah kita berlomba-lomba dalam kebaikan di bulan yang penuh maghfirah ini, semoga Allah SWT senantiasa mencurahkan keberkahan-Nya kepada kta semua. Amiin