Para Ulama fikih merangkum beberapa sunah dalam berpuasa. Sunah-sunah itu antara lain:

1. Makan sahur dalam jumlah memadai di waktu yang dekat dengan datangnya fajar sadiq

Anjuran ini memenuhi aspek rasional dan spiritual sekaligus. Orang yang mengakhirkan sahurnya secara logis akan lebih kuat menjalankan puasa karena pendeknya jarak antara makan terakhirnya dengan berbuka. Sedangkan makan sahur sendiri dijamin Nabi dengan aspek spiritual karena berkah yang menyelimutinya. Nabi SAW bersabda: “Bersahurlah kamu karena dalam makan sahur itu terdapat berkah.” (HR. Bukhari-Muslim).

Rasulullah SAW bersahur di ketika hampir shubuh. Antara waktu beliau selesai bersahur dengan shalat shubuh, hanya sekedar selesai membaca 50 ayat Al-Qur’an saja.

Diriwayatkan oleh Al Bukhari dan Muslim dari Zaid Ibn Tsabit, ujarnya: ”Kami telah bersahur bersama Rasulullah Saw. kemudian kami berdiri mengerjakan shalat shubuh. Aku bertanya kepada Zaid: ”berapa lama tempo antara habis makan sahur dengan shalat?” Zaid menjawab: kadar 50 ayat Al-Qur’an”.

Diriwayatkan Abu Daud dari Al Irbadl Ibn Saryah, ujarnya:”Rasulullah memanggil aku makan sahur, seraya berkata: ”mari kepada ghada (makan tengah hari) yang mendapat berkat”.

Dinamai sahur dengan ghada makanan tengah hari, karena sahur itu dekat kepada makan tengah hari. Sekiranya seseorang ragu tentang terbit fajar, maka ia boleh makan dan minum, sehingga jelas terbit fajar, jangan ia berpegang pada keraguannya; karena Allah menjadikan batas makan dan minum adalah ”nyata fajar” bukan disangka telah terbit fajar. Allah berfirman: ”Dan makanlah, minumlah, sehingga jelas kepadamu benang putih daripada benang hitam yaitu fajar”. (S. 2; Al Baqarah: 187).

Seorang lelaki berkata kepada Ibn Abbas: ”Saya bersahur tetapi jika saya ragu-ragu telah terbit fajar, sayapun berhenti”. Berkata Ibn Abbas: ”Makanlah selama engkau masih ragu-ragu”. Berkata Abu Daud, kata Abdullah: ”Apabila seseorang ragu tentang fajar, maka ia boleh makan, sehingga ia yakin telah terbit fajar”. Inilah madzhab Ibn Abbas, Al Auza’i dan Ahmad.

Kata An-Nawawi, ”Telah sepakat madzhab Asy Syafi’i menetapkan boleh makan bagi orang yang ragu-ragu tentang terbit fajar”.

Sahur sendiri adalah aktivitas pernuh kerberkahan sebab sahur mengikuti sunnah dan menyalahi ahlul kitab. Diriwayatkan oleh Muslim dari Amer Ibn ’Ash, bahwa Rasulullah Saw. bersabda: ”Yang membedakan antara puasa kita dengan puasa Yahudi Nashara, ialah makan sahur”.

Sebaiknya hadis-hadis ini direnungkan oleh mereka yang tak mau, atau malas bersahur, dengan alasan mendatangkan mules perut dan sebagainya. Dan sangat disukai kita berjaga dengan beribadat atau tilawat di antara sahur dengan terbit fajar, agar dapatlah kita mengerjakan shubuh di awal waktunya.

Hal ini sama sekali tidak menyukarkan, bila kita mentakhirkan suhar itu. Sebenarnya inilah hikmah yang paling besar dari mentakhirkan sahur.

Nabi SAW bersabda:”Bersahur itu suatu keberkatan. Maka janganlah kamu meninggalkannya, walaupun hanya dengan seteguk air, karena sesungguhnya Allah dan malaikat-Nya bershalawat atas orang yang bersahur”. (HR. Ahmad)

2. Menyegerakan berbuka (ta’jil)

Hal ini ditradisikan Nabi SAW setiap kali beliau berpuasa. Sabdanya: “Manusia (yang mengerjakan puasa) senantiasa dalam kebaikan selama mereka mempercepat berbuka.” (HR. Bukhari-Muslim).

Sebuah hadis Qudsi riwayat Ahmad bin Hanbal, At-Tarmizi dan Nasai, menguatkan hal itu dengan menyebut bahwa Allah memandang hamba-Nya yang menyegerakan berbuka sebagai hamba yang paling mencintai-Nya. Orang berpuasa disunatkan langsung berbuka jika waktunya tiba sekalipun hanya dengan sebutir kurma dan seteguk air.

Waktu berbuka sendiri adalah: ”Apabila telah pasti terbenam matahari dengan penglihatan kita sendiri, atau dengan penglihatan orang lain yang boleh dipercaya ucapannya”.

Diriwayatkan oleh Al Bukhari dan Muslim dari Umar bahwa Rasulullah SAW bersabda: ”Apabila telah datang malam dari sini dan telah berlalu siang dari sini, serta telah terbenam matahari, maka telah berbukalah orang yang berpuasa.”

Nabi SAW Berbuka sebelum shalat maghrib dengan sedikit makanan. Sesudah shalat maghrib, barulah beliau menyempurnakan makannya.

Diriwayatkan oleh Ibnu Abdil Barr dari Anas Ibn Malik katanya: ”Tiada pernah sekali juga aku lihat Rasulullah SAW bershalat maghrib lebih dahulu sebelum berbuka, walaupun berbukanya dengan seteguk air saja.”

Adapun makanan utama untuk berbuka puasa ialah makanan yang mengandung zat yang manis yang menyegarkan badan dan menambah kesehatan dan tidak dimasak dengan api, seperti korma, pisang, limau, sawo dan sebagainya, mengingat hadits yang diriwayatkan Abu Ya’la dari Anas ujarnya:  ”Adalah Rasulullah SAW suka berbuka puasa dengan tiga biji korma atau sesuatu yang tidak dimasak dengan api”.

Diriwayatkan oleh Abu Daud, At Turmudzi dari Anas ujarnya:” Rasulullah SAW berbuka dengan kurma basah sebelum shalat (maghrib), jika tak tersedia, maka beliau berbuka dengan korma kering dan jika tak tersedia korma kering, beliau menciduk beberapa ciduk”.

Diriwayatkan oleh Abu Daud dan At Turmudzy dari Sulaiman Ibn Amir, bahwa Rasulullah SAW bersabda: ”Apabila kamu berbuka, hendaklah dengan korma. Jika tidak memperoleh korma, hendaklah berbuka dengan air, karena air itu membersihkan”.

Dari hadis-hadis ini kita dapat kesan yang tegas, bahwa sangat disukai kita berbuka dengan makanan yang manis-manis dan yang tidak kena api baik korma ataupun selainnya, yang disukai itu bukanlah zat korma, tetapi makanan-makanan yang manis menyegarkan badan dan menambahkan kesehatan dan tidak dimasak dengan api, baik korma ataupun bukan.

Sebenarnya memakan makanan-makanan yang manis seperti korma lebih banyak manfaatnya untuk menguatkan tubuh, terutama untuk mata (penglihatan). Sedangkan air sangat berguna untuk membasahkan hati yang telah kering sepanjang hari.

3. Berzikir Saat Berbuka

Diriwayatkan oleh Ad Daruquthni dari Abbas, bahwa Rasulullah Saw. selalu mendo’a dikala berbuka: ”Wahai Tuhanku, untuk Engkau aku berpuasa dan dengan rizki Engkau kami berbuka. Maka terimalah dari kami. Sesungguhnya Engkau Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”. Atau dengan lafadz: ”Wahai Tuhanku, untuk Engkau aku berpuasa dan dengan rizki Engkau aku berbuka, aku mengakui kesucian Engkau (dan dengan qudrat Engkau aku dapat mensucikan) dan memuji Engkau. Wahai Tuhanku, terimalah dariku; sesungguhnya Engkau Maha Mendengar dan Maha Mengetahui”.

Diriwayatkan oleh Ad Daruquthni lagi dari Ibn Umar bahwa Rasulullah SAW  berdoa saat  berbuka:”Wahai Tuhanku, telah hilang haus dan telah basah segala urat dan mudah-mudahan pahala tetap jika Allah menghendakinya”.

Ibn Umar RA membaca dikala hendak berbuka: ”Wahai Tuhanku! Sesungguhnya aku bermohon kepada-Mu dengan rakhmat-Mu yang melengkapi segala sesuatu, supaya Engkau mengampuni daku“.

4. Menjauhkan diri dari perkataan kotor dan menjaga sikap

Nabi SAW bersabda: “Apabila seseorang dalam keadaan berpuasa, tidak boleh mengucapkan kata-kata kotor dan tidak boleh berteriak-teriak. Apabila ia dimaki atau diserang orang lain, maka katakanlah, ‘Saya sedang berpuasa.’” (HR. Bukhari-Muslim).

Di luar hal-hal yang disebutkan di atas, bertadarus Al-Qur’an, beriktikaf di masjid, merupakan sunah-sunah yang masyhur memiliki nilai yang sangat tinggi nilainya di bulan Ramadhan.