Menurut Yusuf Al-Qardawi, kewajiban berpuasa bagi umat Islam ditetapkan dan diterapkan pada periode Madinah, sebagaimana umumnya ibadah lainnya. Puasa menurut Qardawi ditetapkan Nabi Muhammad saw sebagai ibadah wajib pada tahun ke-2 Hijriah setelah arah kiblat diubah dari Masjidil Aqsha di Yerusalem ke Ka’bah, Baitullah, Mekkah. Beberapa ulama lain berpendirian bahwa puasa di tetapkan kewajibannya pada tahun ke-3 Hijriah.

Nabi Muhammad SAW mensosialisasikan pensyariatan puasa dalam dua periode. Awalnya beliau memberi pilihan pada umatnya apakah ingin berpuasa atau membayar fidyah, yaitu memberi makan fakir miskin -dengan penekanan lebih pada pilihan berpuasa (afdhal). Periode ini kemudian beralih pada periode mengikat dan pasti. Pilihan pun dibatalkan, semua mukalaf yang mampu, wajib berpuasa.

Tapi, jika ditarik ke belakang, puasa merupakan amal ibadah klasik yang telah diwajibkan atas setiap umat-umat terdahulu. Ada empat bentuk puasa yang telah dilakukan oleh umat terdahulu, yaitu:

  1. Puasanya orang-orang sufi, yakni praktek puasa setiap hari dengan maksud menambah pahala. Misalnya puasanya para pendeta.
  2. Puasa bicara, yakni praktek puasa kaum Yahudi. Sebagaimana yang telah dikisahkan Allah dalam Al-Qur'an, surat Maryam ayat 26: "Jika kamu (Maryam) melihat seorang manusia, maka katakanlah, sesungguhnya aku telah bernadzar berpuasa untuk tuhan yang Maha Pemurah, maka aku tidak akan berbicara dengan seorang manusiapun pada hari ini" (Q.S. Maryam :26).
  3. Puasa dari seluruh atau sebagian perbuatan (bertapa), seperti puasa yang dilakukan oleh pemeluk agama Budha dan sebagian Yahudi.
  4. Puasa-puasa kaum-kaum lainnya yang mempunyai cara dan kriteria yang telah ditentukan oleh masing-masing kaum tersebut.

Pertanyaannya: “Bila puasa telah diwajibkan kepada umat terdahulu, maka adakah puasa yang diwajibkan atas umat Islam sebelum Ramadhan?”

Jumhur ulama dan sebagian pengikut Imam Syafi'i berpendapat bahwa tidak ada puasa yang pernah diwajibkan atas umat Islam sebelum bulan Ramadhan. Pendapat ini dilandaskan pada hadis Nabi saw. yang diriwayatkan oleh Mu'awiyah : "Hari ini adalah hari Asyura', dan Allah tidak mewajibkannya atas kalian. Siapa yang mau silahkan berpuasa, yang tidak juga boleh meninggalkannya."

Sedangkan mazhab Hanafi mempunyai pendapat lain bahwa puasa yang diwajibkan pertamakali atas umat Islam adalah puasa Asyura'. Setelah datang Ramadhan kewajiban puasa Asyura dirgugurkan (mansukh). Madzhab ini mengambil dalil hadisnya Ibn Umar dan Aisyah ra. yang menyebut Nabi saw. telah berpuasa hari Asyura' dan memerintahkannya (kepada umatnya) untuk berpuasa pada hari itu. “…Dan ketika datang Ramadhan maka lantas puasa Asyura' beliau tinggalkan, Abdullah (Ibnu 'Amr) juga tidak berpuasa". (HR. Bukhari).

Riwayat lain juga menyebut bahwa orang-orang Quraisy biasa melakukan puasa Asyura pada masa jahiliyah. Kemudian Rasulullah memerintahkan untuk berpuasa hari Asyura' sampai diwajibkannya puasa Ramadhan. Rasulullah SAW berkata, “barang siapa ingin berpuasa Asyura' silahkan berpuasa, jika tidak juga tak apa-apa". (HR. Bukhari dan Muslim).