Untuk memaknai kesucian puasa kita dapat menangkap maknanya lewat al-Quran. Kita tahu al-Quran turun pertama kalinya pada tanggal 17 Ramadhan, bulan di mana puasa diwajibkan. Al-Quran adalah firman Allah Swt yang terjaga kesuciannya dari zaman awal hingga zaman akhir. Al-Qur’an diturunkan oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad Saw. dengan perantara Ruh Al-Amin (Malaikat Jibril) dan caranya tidaklah sekali turun, tetapi berangsur-angsur dari ayat ke ayat.
Tapi pernahkan Anda bertanya kenapakah Al-Quran diturunkan Allah swt pada bulan Ramadhan? Inilah pokok pembahasan kita. Jika merenungi ayat ke-79 surat al-Waqiah kita bisa memetik sebuah benang merah. Allah berfirman: “Tidak ada yang menyentuh Al-Quran kecuali orang-orang yang disucikan.”
Itulah intinya: Kesucian! Al-Quran suci karena ia adalah Firman sang Khalik, Zat sempurna yang bebas dari kekurangan dan kefanaan. Sesuatu yang suci selayaknyalah diturunkan pada waktu yang suci pula. Maka amatlah pantas Al-Quran turun pada bulan Ramadhan, bulan penuh berkah dan ampunan, bulan dimana manusia melakukan satu amal yang disebut Allah sebagai amalan untuk-Nya yaitu puasa. Hingga tak heran pada bulan Ramadhan yang suci itu Al-Quran lebih sering dibaca dan diingat orang karena itulah saat-saat dua kesucian bertemu.
Al-Qur’an yang suci dan turun pada saat yang suci pula itu adalah sebuah kitab yang diturunkan Allah bagi segenap hamba-Nya. Ayat-ayatnya gencar diperdengarkan dan mushafnya gampang kita temui. Tapi sebagaimana terjaganya kesucian Al-Quran dari kekurangan hingga yaumil akhir, zahir Al-Quran dan kandungannya juga terjaga dari batin dan tangan yang kotor. Batin siapa pun akan terhalang untuk menyentuh Al-Quran dan memasuki kedalaman maknanya kecuali jika diri itu bisa lepas dari najis secara lahir dan batin serta diterangi oleh cahaya takzim dan penghormatan atas setiap huruf yang tertera di dalamnya. Karenanya, Al-Quran suci, turun pada saat yang suci, dan hanya bisa disentuh oleh orang yang berniat mensucikan hatinya, dan disucikan oleh-Nya.
Maka betapa dahsyat hubungan Al-Quran dengan manusia karena label bagi hubungan itu tak lain adalah kesucian. Pertemuan tiap-tiap hamba dengan al-Quran juga hanya bisa tercipta di atas tikar putih yang juga bernama kesucian.
Maka tak heran pula, bagi siapapun yang ingin menempuh jalan penyucian jiwa, ia tak bisa lepas dari Al-Quran. Al-Quranlah, menurut Said Hawwa, pelita penerang hati yang menyempurnakan segala macam ibadah yang dilakukan seorang hamba dengan membacanya. Al-Quran menyempurnakan fungsi ibadah. Terkhusus pada masalah puasa Al-Quran akan bisa disentuh lebih dalam maknanya sebab jiwa orang berpuasa adalah jiwa ikhtiar yang ingin selalu berada dalam kesucian Allah SWT.