Tidak terasa bulan Ramadhan yang penuh rahmat, ampunan, dan terdapat jaminan terbebas dari api neraka di dalamnya telah berlalu meninggalkan kita. Kini bulan Syawal telah separuh jalan. Dalam suasana sehabis Ramadhan seperti sekarang ini, pantaslah jika kaum muslim diliputi dua kecemasan. Kecemasan pertama adalah khawatir apabila semua amalannya di sepanjang Ramadhan tidak diterima oleh Allah Swt. Kecemasan yang kedua adalah khawatir tidak menjumpai lagi Ramadhan di tahun depan. Memang demikianlah sikap yang ditunjukkan orang-orang saleh di masa dahulu.

Orang-orang saleh di masa lalu begitu penuh harap dipanjangkan umurnya agar dapat menjumpai bulan Ramadhan, dan hal ini mereka lakukan enam bulan sebelum Ramadhan benar-benar tiba. Enam bulan kemudian, mereka amat berharap semua amalan yang dilakukan di bulan Ramadhan diterima oleh Allah Swt. Sama halnya dengan orang-orang yang saleh, kita pun tentunya berharap sepenuhnya kepada Allah Swt., semoga semua amalan yang kita lakukan di bulan Ramadhan yang baru saja meninggalkan kita diterima oleh Allah Swt. Kita juga bermohon agar di tahun depan dapat menjumpai bulan agung tersebut.

Sepanjang Ramadhan kemarin, tentu banyak hal yang kita peroleh. Hal paling utama, tentu kita berharap keimanan kita bertambah. Bukankah puasa mengajarkan kita bahwa hanya untuk Allah Swt. segala ibadah ditujukan?

Puasa, ibadah rahasia itu, di mana tidak seorang pun tahu apakah kita benar-benar berpuasa atau tidak berpuasa, karena setiap orang punya peluang untuk sekadar berpura-pura, menegaskan bahwa satu-satunya alasan kita hidup di dunia ini hanyalah untuk menyembah Allah Swt., dan hanya ridha-Nya yang menjadi tujuan hidup kita.

Jika Ramadhan diposisikan sebagai ajang latihan ibadah, karena semua ibadah terasa mudah dilakukan dan pahalanya pun berlipat-lipat ganda dibandingkan hal yang sama di bulan lainnya, maka pertarungan sesungguhnya untuk selalu mendekatkan diri kepada Allah Swt. baru akan dimulai. Waktu pertarungan itu punya durasi lebih panjang yang terentang selama 11 bulan, sejak berakhirnya Ramadhan yang baru saja berlalu sampai ke Ramadhan berikutnya di tahun depan.

Dalam waktu yang panjang itu tentu saja sangat dibutuhkan konsistensi dan usaha yang lebih besar untuk beribadah karena godaan akan menjadi lebih berat pada 11 bulan mendatang. Apalagi setan-setan penggoda, musuh yang nyata bagi manusia, telah dilepaskan dari belenggunya. Jika selama Ramadhan, setan-setan yang tidak kelihatan atau gaib dibelenggu sehingga kita hanya mendapati kolega mereka, setan-setan berkepala manusia yang memang kadang bisa saja lebih lihai dan pintar menggoda manusia untuk berbuat kemaksiatan dari setan aslinya, maka dalam 11 bulan ke depan ini kita akan menghadapi kedua-duanya.

Sejauh mana konsistensi ibadah selama Ramadhan berbuah manis dalam 11 bulan ke depan, dapat diketahui dari sikap kita dalam meniti hari demi hari di bulan Syawal ini. Dimulai di bulan Syawal, akan terlihat, adakah latihan yang kita lakukan selama Ramadhan berbuah manis atau justru sebaliknya.

Indikasi paling awal untuk mengetahui manis atau tidaknya hasil latihan selama Ramadhan akan terlihat dari sikap kita melepas Ramadhan pergi. Ketika Ramadhan berakhir, akan ada dua macam manusia yang sama-sama gembira. Satu pihak gembira karena segala amal ibadah dan kebaikannya selama Ramadhan akan dibalas fitrah atau kesucian diri sesuai janji Allah Swt. dan Rasul-Nya. Sementara yang lain gembira karena merasa akan terbebas dari suasana dan keberkahan Ramadhan yang baginya bak penjara.

Mana perasaan yang lebih memenuhi relung hati kita? Cukuplah, hati masing-masing yang menjawabnya.

Jangan katakan mereka yang gembira karena puasanya terbalas dan mendapat ganjaran sesuai janji dan Allah Swt. lantas menjadi santai dalam beribadah karena telah puas dengan saldo amal kebaikan miliknya yang begitu banyak dan berlimpah. Mengatakan seperti itu sama halnya dengan membayangkan seorang milyuner atau jutawan yang tidak lagi berkeinginan untuk menambah uang dan hartanya karena telah merasa puas.

Adakah orang yang punya tabungan begitu banyak, lalu merasa puas dan tidak ingin menambah lagi saldo tabungannya, kecuali berhasrat untuk menghabiskannya? Tentu saja tidak ada seorang pun yang demikian, bukan?

Begitu pula hamba-hamba Allah Swt. yang berhasil lulus ujian Ramadhan. Mereka akan semakin tertantang menghadapi 11 bulan di luar Ramadhan yang penuh godaan dan mengisinya dengan segala amal kebajikan. Mereka seolah tak puas dengan durasi Ramadhan yang hanya sebulan. Jikalau mungkin, mereka berharap semua bulan dijadikan Ramadhan. Sebab mereka merasa bahwa semua amal yang dilakukan selama Ramadhan, juga ibadah yang dilakukan dalam 11 bulan lainnya tak sebanding sedikit pun dengan hanya satu nikmat yang diberikan Allah Swt.

Contoh kecil, manusia dewasa berkedip sebanyak 10-15 kali dalam satu menit. Ambil bilangan terbanyak, yaitu 15 kali per menit. Jika seseorang terjaga dalam satu hari selama 12 jam, maka ia akan berkedip sebanyak 10.800 kali sehari. Boleh ditanyakan, siapakah orangnya yang tahan untuk tidak berkedip sebanyak itu dalam sehari? Siapakah orangnya yang beristighfar sebanyak itu dalam sehari seandainya hal itu dapat mengganti nikmat berkedip?

Katakanlah, ada orang yang dapat melakukan istighfar sebanyak 10.800, akan tetapi bagaimana caranya mebandingkan nikmat-nikmat yang lain selain berkedip dengan kebajikan? Cukupkah tersisa waktu untuk kita? Mahasuci Allah, manusia tidak akan mampu menghitung nikmat Allah Swt. yang telah diberikan kepada kita. Lalu mengapa pula kita masih selalu perhitungan dalam beribadah kepada Allah Swt.?

Taqabbalallahu minna wa minkum, shiyamana wa shiyamakum, minal-aidin wal-faizin. Semoga Allah menerima semua amal ibadah kita, juga puasa kita, dan semoga Allah Swt. menjadikan kita sebagai orang-orang yang kembali pada kesucian dan menjadi orang yang beruntung. Wallahu a’lam bish-shawab. [Abu Mubirah/pelbagai sumber]

INZET

Beberapa amalan di bulan Syawal:

  • Bertakbir di malam Idul Fitri, mulai dari Maghrib sampai dengan turunnya imam atau khatib dari mimbarnya. Kalimat takbir adalah sebagai berikut:


اَللَّهُ اَكْبَرْ اَللَّهُ اَكْبَر اَللَّهُ اَكْبَرْ ـ لآاِلَهَ اِلاَّ اللَّهُ ـ اَللَّهُ اَكْبَرْ اَللَّهُ اَكْبَرْ وَلِلَهِ الْحَمْدُاَللَّهُ اَكْبَرْ كَبِيْرًا وَالْحَمْدُ لِلَّهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ اللَّهِ بُكْرَةً وَاَصِيْلاً ـ  لآ اِلَهَ اِلاَّ اللَّهُ وَلاَنَعْبُدُ اَلاَّ اِيَّاهُ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ وَلَوْكَرِهَ الْكَافِرُوْنَ لآاِلَهَ اِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ  صَدَقَ وَعْـدَهُ  وَنَصَرَعَبِدَهُ  وَاَعَزَّ جُنْدَهُ وَهَزَمَ  الْأَحْزَابَ  وَحْدَهُ   لآ اِلَهَ اِلاَّ اللَّهُ .   اَللَّهُ اَكْبَرْ   اَللَّهُ اَكْبَرْ  وَلِلَهِ الْحَمْد

ُ

Allâhu akbar, Allâhu akbar, Allâhu akbar.
L
â ilâha illallâh Allâhu akbar.
All
âhu akbar wa lillâhil-hamd. (3x)

Allâhu akbar kabîrâ(n), wal-hamdulillâhi katsîrâ(n), wa subhânallâhi bukrataw-wa ashîlâ(n). Lâ ilâha illallâhu wa lâ na’budu illâ iyyâhu mukhlishîna lahud-dîna walaw karihal-kâfirûn. Lâ ilâha illallâhu wahdah(u), shadaqa wa’dah(u), wa nashara ‘abdah(u), wa hazamal-ahzâba wahdah(u). Lâ ilâha illallâhu wallâhu akbar. (1x)

Allah Mahabesar, Allah Mahabesar, Allah Mahabesar.

Tiada Tuhan selain Allah, Allah Mahabesar.

Allah Mahabesar, dan bagi-Nya segala puji. (3x)


Allah Mahabesar Mahaagung. Segenap puja dan puji hanya bagi-Nya. Di waktu pagi dan petang. Tiada Tuhan selain Allah. Kami tidak menyembah kepada selain Dia. Kami menyembah-Nya dengan penuh keikhlasan. Hanya bagi-Nya kami persembahkan agama ini, sekalipun orang kafir selalu membenci. Tiada Tuhan selain Allah Yang Mahaesa. Janji-Nya selalu benar. Dia selalu menolong hamba-Nya. Dia mengalahkan siapa saja seorang diri. Tiada Tuhan selain Allah. Allah Mahabesar. (1x)

  • Puasa 6 hari di bulan Syawal, dilakukan berturut-turut atau berselang-seling, dapat digabung sekaligus dengan mengerjakan puasa Sunnah Senin-Kamis atau puasa tiga hari di pertengahan bulan (ayyamul-bid’) pada tanggal 13, 14, 15 Syawal. Akan tetapi puasa ini tidak dapat digabung dengan puasa qadha atau untuk mengganti puasa yang tertinggal selama Ramadhan.

Hikmah puasa 6 hari di bulan Syawal adalah menyempurnakan Ramadhan. Orang yang melakukannya seolah-olah telah berpuasa setahun penuh. Bagaimana bisa? Jika 1 amal dibalas 10 kebajikan, maka orang yang berpuasa 30 hari selama bulan Ramadhan sama saja telah berpuasa 10 bulan. Kemudian ditambah dengan puasa 6 hari yang dikali 10 kebajikan (6x10=60), maka sama saja dengan telah berpuasa 2 bulan. Jadilah genap 12 bulan, bukan?

  • Menjaga shalat berjamaah. Selama Ramadhan shalat berjamaah terasa begitu ringan dilakukan, karena banyak orang yang melakukannya, sehingga kita semakin terbiasa. Kebiasaan ini tidak boleh luntur selepas Ramadhan. Sebab, shalat berjamaah lebih utama berlipat 27 derajat dibandingkan shalat sendirian.
  • Mengerjakan ibadah sunnah, seperti melakukan tadarus dan shalat-shalat sunnah, yang sering dilakukan di bulan Ramadhan secara kontinu, sekalipun sedikit. Rasulullah Saw. bersabda: “Bebani diri kalian dengan amal sesuai dengan kemampuan kalian. Allah tidaklah bosan sampai kalian merasa bosan. (Ketahuilah bahwa) amalan yang paling dicintai oleh Allah adalah amalan yang kontinu walaupun (dilakukan) sedikit (singkat).” (HR. Abu Daud; An Nasa’I; Ibnu Majah, dan Ibnu Khuzaimah)
  • Melangsungkan pernikahan. Hal ini untuk menyelisihi orang-orang yang beranggapan bahwa menikah di bulan Syawal akan mendatangkan ketidakberuntungan. Nabi Muhammad Saw. menikahi Sayyidah A’isyah Ra. di bulan Syawal, sehingga perbuatan ini juga termasuk sunnah.
  • Bersilaturahmi. Bulan Syawal bertepatan dengan liburan. Manfaatkan waktu liburan untuk bersilaturahmi. Ingatlah, silaturahmi memperbanyak rezeki dan memanjangkan umur.
  • Idul Fitri adalah momentum untuk memperbarui dan meningkatkan ketakwaan. Sayyidina Ali bin Abi Thalib Ra. pernah mengatakan: “ld bukanlah memakai pakaian baru, akan tetapi dikatakan id bagi orang yang dapat memperbarui takwanya.”