Rasulullah SAW bersabda: “Seseorang mengikuti keimanan, jalan, dan kebiasaan temannya.”
Seperti yang kita ketahui, sekolah merupakan tempat menuntut ilmu, mendapatkan pengajaran dari guru-guru yang telah terdidik, guna menambah ilmu dan wawasan. Dapat dikatakan, sekolah menjadi tempat sebagai titian masa depan bagi anak-anak di kemudian hari.


Sayangnya, bagi sebagian anak-anak, sekolah menjadi tempat yang sangat membosankan, bahkan menakutkan. Masing-masing anak yang merasakan hal tersebut memiliki alasan tertentu. Ada saja anak yang mengakui secara gamblang, dengan hanya beralasan “malas”. Entah karena malas mengikuti pelajaran yang sulit, atau malas di ajari oleh guru-guru yang kurang menyenangkan, dan sebagainya. Ini lah salah satu tambahan tugas bagi para guru dan orang tua untuk mencari penyebab utama mengapa ada anak yang tidak mau belajar di sekolah. Tentunya disertai kesabaran dan kasih sayang yang dapat memotivasi anak tersebut.


Selain guru-guru disekolah, orang tua sebagai orang yang terdekat di rumah bertanggungjawab untuk mengawasi apa yang dilakukan anak-anaknya, terutama ketika anak-anaknya memasuki usia remaja. Dimana pada fase remaja ini mengalami pergulatan batin dan rasa ingin tahu yang bergejolak. Pada masa itu, untuk pertama kalinya merasa kesepian dalam “penderitaan”, yaitu tidak ada yang dapat mengerti dan memahami dirinya. Karenanya, kebutuhan akan adanya teman untu berbagi cerita, memahami dan menolongnya mutlak dibutuhkan. Di sekolah itu  lah tempat yang sangat memberi pengaruh besar pada anak-anak bertemu dengan berbagai karakter dari teman-temannya. Namun, tentu saja tidak semua teman itu mengajak pada hal yang positif.


Maka yang harus dicamkan oleh orang tua salah satunya adalah, memperhatikan dengan siapa anak-anaknya bergaul sehari-hari. Misalnya, menunjukkan dengan bijak mengenai hal-hal yang baik dan hal-hal yang buruk. Hingga menjelaskan tentang kerusakan yang bakal terjadi jika berteman dengan teman-teman yang buruk.
Ali bin Abi Thalib RA mengatakan: “Orang yang paling beruntung adalah orang yang menjalin hubungan dengan orang-orang baik.” Bagi segala sesuatu terdapat bencana. Bagi kebajikan, bencananya adalah teman yang buruk.

Membentuk Kepribadian dari Keluarga

Ayah Edi dalam bukunya Membangun Indonesia yang Kuat dari Keluarga mengungkapkan bahwa “Tak ada anak yang bermasalah”. Pada dasarnya semua anak terlahir fitrah (suci). Mungkin, cara mendidik dan lingkungannya lah yang bermasalah. Bisa juga karena tontonan televisi hingga pengaruh perkembangan teknologi.


Setiap anak mengalami perkembangan yang berbeda-beda. Hal ini dipengaruhi oleh pembawaan dan lingkungan. Dalam penelitian psikologi perkembangan, terdapat teori atau hokum konvergensi, yaitu bahwa unsur pembawaan dan unsur lingkungan keduanya merupakan faktor yang dominan  dalam mempengaruhi perkembangan seseorang. Pembawaan atau hereditas adalah sifat-sifat fisik atau psikologis serta pola-pola pertumbuhan lainnya yang dibawa seorang anak ketika telah lahir yang merupakan warisan dari orang tuanya. Maka, jika kita menginginkan anak kita menjadi baik, kembali pada fitrahnya, yang perlu kita lakukan adalah merubah pola asuh kita. Dimana lingkungan keluarga merupakan lingkungan pertama dan paling dekat dengan sang anak. Dan sang anak akan senantiasa melihat bahkan mencontoh perilaku orang tuanya. Selain itu, orang tua juga perlu melindunginya dari pergaulan yang kurang sehat.


Bagaimana jika anak tidak mendapatkan perhatian yang cukup dari orang tuanya? Seorang anak yang tak memperoleh cinta dan kasih sayang dari orang tuanya akan menjadi korban perasaan kehilangan dan rendah diri. Watak-watak seperti pemarah, tak tahu malu, kasar, mudah depresi, mayoritas terbentuk oleh lingkungan yang kurang cinta dan kasih sayang orang tua saat masa kecilnya.  Perkembangan anak akan menjadi lebih baik jika orang tua melakukan perubahan sikap dengan sabar, konsisten, dan penuh cinta. Perbaiki pula diri sendiri, sebagai orang tua. Apakah kita sudah mencontohkan hal-hal yang baik untuk anak kita.


Memang perlu kesabaran yang cukup tinggi dalam menyampaikan ajaran-ajaran atau perilaku yang baik kepada anak-anak, khususnya remaja saat ini. Karena biasanya anak-anak merasa apa yang mereka lakukan tidak salah.
(dari buku “Ya Rabb, Aku Galau”)