Mekkah

Mekkah sebagai pusat perjumpaan umat Islam di seluruh penjuru dunia merupakan babak penting dalam perjalanan ritual ibadah dalam agama Islam. Kota yang memiliki sejarah panjang ini dulunya memang dikenal dengan nama Miqreb yang yang artinya tempat suci.

Sejarah mencatat, bahwa kota Mekkah yang secara geografis berada di wilayah tandus ini, merupakan kota suci yang memiliki sebuah tempat bersejarah yaitu Rumah Tuhan (baitullah) yang dibangun oleh Nabi Ibrahim dan putranya, Ismail, sebagai nenek moyang agama-agama samawi, yaitu Yahudi, Kristen, dan Islam.

Kehadiran kota Mekkah tidak akan pernah terlepas oleh cerita yang turun temurun kita dengar, antara lain tentang kehidupan Nabi Ibrahim, Siti Hajar, dan Nabi Ismail. Kota Mekkah juga merupakan saksi atas terjadinya peristiwa Raja Abrahah dan Pasukan Gajahnya yang turut pula diabadikan di dalam Al-Qur’an surah al-Fiil ayat 1-5. Selain itu, peristiwa yang turut pula terjadi di kota Mekkah ini yaitu kelahiran nabi Muhammad SAW.

Sebagai khatamil anbiyaa atau pamungkas para nabi, Muhammad hidup dan menghabiskan perjuangan dakwahnya di kota ini. Dari sini lah Islam mulai diperkenalkan sebagai agama dan kitab Al-Qur’an sebagai kitab pedomannya. Perjalanan dakwah nabi Muhammad di Mekkah, tidak selalu mulus, perlawanan dari pemeluk pagan Quraisy membuatnya harus melakukan suatu perubahan, yaitu pergi meninggalkan kota Mecca menuju kota Yatsrib (Madinah).

Madinah

Madinah merupakan kota suci umat Islam. Jika Mekkah disebut sebagai kota suci karena terdapat Masjidil Haram, yang mana Ka’bah merupakan simbolnya, maka Madinah juga disebut sebagai kota suci karena terdapat Masjid Nabawi, yang merupakan pusat kekuasaan Islam.

Madinah memancarkan karisma tersendiri, karena kota ini mempunyai masyarakat yang terbuka, toleran dan berperadaban. Mereka adalah orang-orang yang mengutamakan persaudaraan daripada konflik dan kekerasan. Sebab itu, pluralitas merupakan karakter yang menonjol dari kota Nabi ini.

Kota Madinah pada masa pra-Islam, dikenal dengan nama Yatsrib. Kota ini menjadi tempat bertemunya keragaman penganut agama-agama, khususnya Yahudi dan Islam. Madinah disebut-sebut sebagai salah satu representasi modernitas karena mampu menjadikan kemajemukan sebagai kekuatan untuk membangun sebuah masyarakat yang menjunjung tinggi kesetaraan, persamaan, keadilan, dan perdamaian.

Selama di Madinah, Nabi Muhammad membangun sebuah peradaban yang mengukuhkah nilai-nilai kemanusiaan universal, jalinan sosial yang dibangun penuh kehangatan membuat kota ini menjadi kota yang dijuluki banyak orang dengan kota yang bercahaya. Di sini pula Nabi membangun beberapa masjid antara lain: Masjid Nabawi, Masjid yang pertama kali dibangun oleh Nabi Muhammad dan para sahabatnya pada bulan Rabi’ul Awal tahun ke-1 H/662 M, Masjid Quba, yang terletak 5 km dari Masjid Nabawi, masjid ini menjadi monumen atau tonggak dalam sejarah perjuangan Nabi Muhammad, dan Masjid Qiblatain, Masjid yang dibangun pada tahun ke-2 Hijriyah.

Di kota ini Muhammad dan para pengikutnya mengalami beberapa peristiwa perang besar, antara lain Perang Badr, Perang Uhud, dan Perang Khandak

Haji

Ibadah haji, ialah satu-satunya ibadah yang dilakukan oleh umat Islam di seluruh penjuru dunia di kota Mekkah. Haji hanya wajib dilakukan oleh umat Islam yang mampu (sanggup). Hikmah besar yang terkandung dalam pelaksanaan ibadah haji adalah persatuan dan kesatuan umat. Dalam kesatuan sosial yang utuh seperti itu, pakaian, kekayaan, pangkat, dan jabatan tidak lagi menjadi batas yang sering kali menyebabkan perpecahan antarumat manusia.

Dalam haji, seseorang yang diwajibkan untuk mengikuti ritual-ritual yang telah diatur secara tersusun antara lain: Ihram, Tawaf, Wukuf di Arafah, Mabit di Muzdalifah, Mabit di Mina, dan Tawaf Ifadah.

Bagi masyarakat Indonesia, ibadah haji ialah ibadah yang sangat diimpi-impikan. Dari masa ke masa, tercatat bahwa perjalanan umat Islam ke tanah suci Mekkah terus mengalami peningkatan. Sebagai salah satu rukun Islam, haji merupakan ibadah yang telah menjadi bagian terpenting dalam spiritualitas masyarakat Muslim Nusantara.

Sejarah mencatat bahwa pada akhir abad ke-XIX atau abad XX jumlah jemaah haji asal Nusantara berkisar antara 10 dan 20 persen dari seluruh jemaah haji asing. Bahkan, sebelum kemerdekaan, tepatnya pada tahun 1920, jumlah jemaah haji asal Indonesia mencapai 40 persen.

Pada masa kolonial Hindia-Belanda yakni pada tahun 1895, tercatat sekitar 11.788 jemaah haji  Indonesia. Kemudian, jumlah tersebut naik menjadi 14.234 orang pada tahun 1910. Tingginya angka keberangkatan haji dan banyaknya warga Indonesia yang bermukim di Mekkah membuat pemerintah Hindia-Belanda mulai membuat kebijakan atau aturan (ordonansi) yang bertujuan untuk membatasi keberangkatan haji dan memonitor aktivitas haji yang kembali ke tanah air. Walaupun demikian, minat umat Islam Indonesia terhadap ibadah haji ini tetap kuat walaupun berat.

Pada masa kemerdekaan, yakni pada tahun 1949 jumlah jemaah haji Indonesia tercatat sebanyak 9.892 orang, kemudian pada tahun berikutnya jumlah tersebut bertambah menjadi 10.000 orang.

Sejak tahun 1952, pemerintah RI melalui menteri agama membentuk perusahaan Pelayaran Muslim untuk memfasilitasi transportasi uamat Islam yang hendak melakukan ibadah haji ke tanah suci. (Hijrah & Adhika)