Nama Khidir AS sangat populer, terutama terkait dengan peristiwanya bersama Nabi Musa AS. Masing-masing dari mereka menjadi representasi dari dua cara pandang yang berbeda, yakni formalistik (fiqih oriented) dan substantifistik (tasawuf oriented). Seperti kita ketahui, fikih dan tasawuf, bila keduanya diamalkan secara terpisah, tentu akan berhadapan secara diametral, terkadang menimbulkan polemik, bahkan konflik. Di satu sisi ada yang terlalu condong kepada fikih saja, dan di sisi lain ada yang terlalu condong kepada tasawuf saja. Ada juga pendapat yang mengatakan bahwa yang paling benar adalah yang memadukan antara keduanya sekaligus. Sebagaimana ungkapan yang sangat populer: ”Siapa yang berfikih saja tanpa bertasawuf, maka telah fasik. Siapa yang bertasawuf saja tanpa berfikih, maka telah zindik. Siapa yang telah memadukan keduanya, maka telah beragama secara benar.”

Popularitas Khidir AS ternyata tidak berbanding lurus dengan kejelasan hikayatnya. Tentu saja banyak faktor, antara lain adalah masih langkanya buku-buku berkualitas yang membahas tentang keberadaannya. Karena itu, buku ini bisa menjadi salah satu jawaban. Secara garis besar, buku ini mendiskusikan polemik seputar sosok Khidir AS, apakah beliau seorang Nabi atau orang saleh, apakah sudah wafat atau masih hidup sampai sekarang? Syekh Mahfudz dengan bukunya ini ingin mengantarkan kita kepada wacana bahwa Khidir AS adalah seorang Nabi Allah, pengikut Rasulullah Muhammad SAW yang masih hidup sampai sekarang, bahkan sampai akhir zaman sesuai dengan kehendak Allah SWT.

Dalam catatan sejarah umat Islam, kaum yang memegang teguh keyakinan bahwa Khidir AS adalah Nabi Allah dan masih hidup sampai sekarang umumnya adalah kaum sufi. Sedangkan, yang menolak keyakinan itu umumnya adalah fukaha. Para ahli hadis dalam sejarahnya lebih sering dekat dengan kaum fukaha. Sehingga tidak mengherankan bila Ibn Hajar, sebagai seorang ahli hadis terkemuka, memiliki keyakinan yang sama dengan fukaha.

Syekh Mahfudz berusaha mengambil jalan tengah dengan mereposisikan dirinya sebagai ahli hadis yang memiliki kecenderungan sufistik. Sebagai seorang ahli hadis terkemuka, tentunya karya ini tidak terlepas dari prinsip-prinsip ulumul hadis yang kuat, seperti disebutkan sanad secara utuh, dan digunakannya istilah-istilah teknis dalam ulumul hadis.

Dengan cara yang sistematis, buku ini memberikan penjelasan mulai tentang nasab Nabi Khidir AS, tentang statusnya, apakah adalah seorang Nabi, Wali, Malaikat, atau Orang Suci? Riwayat tentang sebab panjang umurnya Nabi Khidir AS, pendapat dan riwayat-riwayat yang menyatakan bahwa Nabi Khidir AS sebenarnya sudah wafat, riwayat tentang keberadaan Khidir AS di masa Rasulullah SAW, dan riwayat tentang masih hidupnya Khidir AS sesudah wafatnya Rasulullah SAW.

Secara garis besar, buku ini mendiskusikan polemik seputar Khidir AS. Naskah buku ini terbilang sangat langka, karena begitu akuratnya sang penulis mengumpulkan segala data dan fakta tentang Nabi Khidir AS, tak hanya satu sisi, namun dari segala sisi. Hal tersebut menjadikan buku ini menjadi salah satu referensi paling objektif tentang manusia mulia yang bernama Khidir AS. (Adhika Prasetya Kusharsanto)